Jan 10, 2017

Rama Wijaya 3



Rama Wijaya 3

Sambil menyandang busur dan anak panah Rama pergi ke dalam hutan untuk menangkap sang kijang kencana. Diburunya kijang itu, dan akhirnya dipanahlah agar tak dapat berlari lagi. Marica terkena panah lalu ia menjerit. Suaranya meniru suara Rama yang menjerit minta pertolongan.Mendengar jerit Rama Sita segera menyuruh Laksamana agar pergi memberi pertolongan kepada Rama. Mula-mula Laksamana tak percaya bahwa Rama berada dalam keadaan bahaya karena Rama adalah seorang satria yang pandai berburu dan berperang. Lagipula Laksamana tak mau meninggalkan Sita karena ia telah dipesan agar selalu menjaga Sita. Sita menjadi marah dan menuduh Laksamana menghendaki dirinya. Dengan berat hati Laksamana terpaksa meninggalkan Sita. Ia berpesan agar Sita dapat menjaga dirinya. Tak lama kemudian muncullah seorang pertapa tua yang berjalan terhuyung-huyung karena kehausan. Ia meminta air minum pada Sita. Sita pun segera memberinya.
Tapi pertapa tua itu segera menjelma sebagai Rahwana, raja raksasa yang mengerikan wajahnya. Rahwana menyatakan kehendaknya memperisteri Sita. Tapi Sita menolaknya. Rahwana menjadi tidak sabar. Diringkusnya Sita, lalu dibawanya terbang. Sita menjerit-jerit dan meronta-ronta, tapi Rahwana amat kuat tangannya sehingga Sita tak berdaya. Sambil meringkus Sita, Rahwana terbang kembali ke Langkapura.

Sita meronta-ronta dan menjerit-jerit, tapi sia-sia. Tangan Rahwana menjadi sepuluh pasang, begitu pula mukanya menjadi sepuluh. Itulah sebabnya ia dijuluki Dasamuka. Sita terus berteriak-teriak menyebut nama Rama. Sita kini sadar akan kesalahannya. Ia tak mengikuti nasehat Laksamana, bahkan berprasangka buruk terhadap iparnya itu. Konon, adalah seekor burung garuda, Jatayu namanya. Ia sahabat Rama. Demi mendengar nama Rama yang dijeritkan Sita, terbanglah ia hendak memberi pertolongan. Rahwana disambarnya berkali-kali, dipatuknya dan dicakarnya. Sita hendak direbutnya. Rahwana marah karenanya, lalu ia menghunus senjata. Terjadilah pertarungan di angkasa. Garuda Jatayu terluka parah sehingga tak dapat terbang lagi. Sita yang mengetahui bahwa garuda itu membelanya segera melepaskan cincinnya. Cincin itu lalu dilemparkannya kepada Jatayu agar diberikan kepada Rama. Jatayu terkulai jatuh ke bumi, tubuhnya mandi darah.
Rama dan Laksamana kembali ke pondoknya. Tapi betapa kagetnya mereka karena Sita tidak berada di sana. Menitiklah air mata Rama karena sedihnya. Keluhnya terbawa angin menerobos hutan dan terbawa debur gelombang lautan. Laksamana pun tak henti-hentinya menyesali dirinya karena pergi meninggalkan Sita.
 
Kedua satria itupun pergilah mencari Sita. Dijelajahinya rimba belantara, didakinya bukit, dan dituruninya lembah. Namun tiada jejak sedikitpun yang ditemukannya. Akhirnya Rama melihat seekor burung garuda yang terkapar di tanah tanpa daya. Hanya pada paruhnya terdapat sebentuk cincin. Rama mengamati cincin itu dan seketika itu juga dikenalinya sebagai cincin Sita. Jatayu dengan tersendat-sendat berkata bahwa Sita dilarikan oleh raja raksasa Rahwana. Jatayu tak dapat berkata lebih banyak karena tubuhnya telah lemah lunglai dan kehabisan tenaga. Sesaat kemudian Jatayu pun menghembuskan nafas penghabisan. Rama menyadari bahwa garuda yang telah tiada itu adalah sahabatnya. Sebagai penghormatan terakhir, burung garuda itu pun dibakarnya dengan disertai upacara yang khidmat. Walaupun Rama dan Laksamana telah mengetahui siapa yang melarikan Sita, tetapi mereka belum mengetahui nama dan letak negara raja raksasa itu. Maka mengembaralah kedua satria itu mendaki gunung-gunung yang tinggi, menyusuri tebing-tebing yang curam, dan menuruni lereng-lereng yang terjal. Tiba-tiba dari balik semak belukar muncullah makhluk yang aneh wujudnya. Tubuhnya seperti raksasa tetapi berkepala dua. Salah sebuah kepalanya terletak pada bagian perut.
 
Dengan suara mendesis-desis, raksasa itu segera menyerang Rama dan Laksamana. Sangatlah sukar bagi Rama dan Laksamana untuk berperang karena tempat itu penuh dengan semak belukar dan akar-akar pohon yang melintang menghambat gerak. Rama menjauhi tempat itu lalu dibidiknya raksasa itu dengan panahnya. Sesaat kemudian terlepaslah sebuah anak panah dari busurnya. Anak panah itu menembus dada sang raksasa. Tiba-tiba raksasa itu berubah menjadi dewa. Rama dan Laksamana menghampiri dewa itu lalu menyembahnya.
 
Dewa itu bercerita bahwa ia dahulu terkena kutuk Hyang Siwa sehingga ia berubah menjadi raksasa berkepala dua. Ia menyatakan terima kasihnya kepada Rama yang telah memanahnya sehingga ia berubah kembali menjadi dewa. Rama dan Laksamana meneruskan perjalanannya. Tibalah keduanya pada sebuah telaga lalu mereka beristirahat di tepi telaga itu. Air telaga itu amat jernih sehingga tampak ikan-ikan yang berenang di dalamnya. Berbagai jenis ikan itu berenang kian kemari. Ikan-ikan tersebut bermacam-macam warnanya. Ada yang kuning keemasan, merah berkilauan, biru, putih, dan kelabu. Udang, kepiting dan penyu tampak pula menghuni telaga itu. Bunga-bunga teratai mekar di permukaan air telaga. Ada yang merah dan ada yang putih.
 
Begitu asyiknya Rama dan Laksamana menikmati keindahan alam sehingga mereka tidak mengetahui bahwa di belakangnya ada seekor buaya yang mengintai. Mulut buaya itu terbuka lebar-lebar dan siap hendak menyambar.

Tetapi kedua satria itu telah terlatih untuk menghadapi setiap bahaya. Ketika buaya itu mulai bergerak hendak menyergap, Rama dan Laksamana segera membalikkan badan sambil meloncat menghindari sergapan. Dengan mudah buaya itu dibunuhnya dengan senjata. Ternyata buaya itu adalah penjelmaan seorang dewi yang dahulu terkena kutukan dewa. Kini dewi itu terbebas dari kutukan. Setelah mengucapkan terima kasih kepada Rama dan Laksamana, dewi itu terbang kembali ke sorga. Sebelum dewi itu terbang kembali ke sorga, ia berpesan kepada Rama agar Rama dan Laksamana pergi ke hutan Pancawati. Di hutan itulah akan didapatkan petunjuk guna mencari Sita. Maka berangkatlah Rama dan Laksamana menuju hutan Pancawati. Betapa jauhnya mereka berjalan, menerobos semak belukar, mendaki gunung, kemudian menyusuri tepi pantai. Betapa damai hati kedua satria itu melihat langit yang kebiruan. Sejauh mata memandang tampak cakrawala dan permukaan samudra yang luas. Kedua satria Ayodya itu berteduh di bawah pohon yang rindang. Tiba-tiba muncullah seekor kera putih yang sejak tadi telah mengintai perjalanan kedua satria itu. Kera putih itu tampak bijaksana, bahkan amat sopan sikapnya terhadap Rama dan Laksamana. Kera putih itu menyembah di hadapan Rama. Ia menyebut namanya, Hanuman, dan ia berasal dari Pancawati. Rama dan Laksamana heran menyaksikan kera putih Hanuman yang dapat berbicara seperti manusia. Hanuman bercerita bahwa rajanya yang bernama Sugriwa berada di hutan Pancawati karena diusir dari kerajaan Kiskenda oleh kakaknya yang bernama Subali. Hanuman memohon Rama untuk menolong Sugriwa menduduki kembali takhta kerajaannya. Rama menyanggupi. Rama pun bercerita bahwa pengembaraannya di hutan itu sebenarnya untuk mencari istrinya yang diculik oleh raja raksasa Rahwana. Dengan diantar Hanuman, Rama dan Laksamana pergi menuju hutan Pancawati. Sebagai penunjuk jalan Hanuman mendahului mereka sambil meloncat di antara pepohonan. Ketika tiba di suatu tempat Rama merasa kehausan. Laksamana disuruhnya mencari air. Pada sebuah batang pohon Laksamana melihat air mengalir turun ke bawah. Maka ditampungnya air itu dengan buluh. Ternyata air itu adalah air mata Sugriwa yang tengah bertapa duduk di atas sebatang pohon yang tinggi. Hanuman segera memanjat pohon itu. Lalu Sugriwa pun turun dan bertemu dengan Rama dan Laksamana. Sugriwa amat terharu mendengar kisah Rama yang tengah hidup dalam pembuangan. Ditambah pula ia kehilangan istrinya karena diculik oleh raja raksasa Rahwana. Sugriwa berjanji akan membantu Rama mencari Sita.Rama pun merasa senasib dengan Sugriwa yang terusir dari kerajaanya. Satria Ayodya itu menyatakan kesediaannya membantu Sugriwa merebut kembali takhtanya yang diduduki oleh Subali. Sugriwa diantar oleh Rama pergi ke kerajaan Kiskenda. Hanuman dan para kera yang ribuan jumlahnya ikut pula mengiringkan. Sesampainya di depan istana Kiskenda Sugriwa berteriak-teriak memanggil Subali sambil menantang berperang tanding. Suara Sugriwa begitu kerasnya sehingga Subali terkejut.Hati Subali amat panas demi mendengar tantangan adiknya. Timbullah amarahnya, lalu ia bangkit dan keluar dari istana. Ia hendak memenuhi tantangan Sugriwa. Maka berhadap-hadapanlah kedua kakak beradik itu. Keduanya saling ancam. Dengan disaksikan ribuan kera, bertarunglah Sugriwa dan Subali dengan amat sengitnya. Dengan penuh geram keduanya bergantian menyerang, tinju-meninju, cekik-mencekik, cakar-mencakar dan bergulat tindih-menindih. Debu berkepulan. Masing-masing memeras tenaga, beradu dan berlaga dengan sengitnya. Pertarungan kedua kakak-beradik itu belum berakhir juga. Sugriwa dengan sekuat tenaga mencabut sebatang pohon tal, lalu dihantamkannya kepada Subali. Subali rubuh, tapi ia segera bangkit lagi. Subali memuncak amarahnya. Sugriwa ditangkapnya, lalu dilemparkannya jauh-jauh. Sugriwa mendekati Rama dan bertanya mengapa Rama belum juga membantu. Rama menjawab bahwa ia ragu-ragu untuk melepaskan panahnya karena Sugriwa dan Subali amat mirip . Rama menyuruh Sugriwa berkalung janur agar mudah dibedakan dari Subali.

No comments:

Post a Comment