Jan 14, 2017

Asal Mula Semar,Togog dan Bathara Guru



Konon, di puncak Gunung Mahameru yang berdekatan dengan Kawah Candradimuka, adalah tempat tinggal Sang Hyang Tunggal beserta isterinya yang bernama Dewi Rekatawati. Tempat tinggal dimana Sang Hyang Tunggal tinggal dan bertahta ini dikenal dengan nama Kahyangan Jonggring Salaka. Pada saat itu, Sang Hyang Tunggal dan isterinya sedang berbahagia karena sebentar lagi mereka berdua akan segera memperoleh keturunan. Kebahagiaan ini membuat seluruh wilayah Kahyangan Jongring Salaka menjadi sejuk dan cerah. Kawah Candradimuka pun tidak bergolak, seakan-akan ikut merasakan kebahagiaan mereka. Namun, rupanya kebahagiaaan mereka harus tertunda karena Dewi Rekatawati ternyata tidak melahirkan sesosok bayi dewa, melainkan sebutir telur yang besarnya seukuran kelapa. Betapa sedih hati mereka berdua mengalami peristiwa itu. Dengan membawa butir telur yang semakin membesar, Sang Hyang Tunggal bersama Dewi Rekatawati kemudian pergi menghadap Sang Hyang Wenang, ayahanda Sang Hyang Tunggal. Dihadapan sang ayahandanya, Sang Hyang tunggal menceritakan semua kejadian yang dialaminya bersama sang isteri, dan juga menunjukkan telur yang dilahirkan dari isterinya. Dengan bantuan Sang Hyang Wenang, akhirnya telur itu dapat berubah menjadi tiga bayi dewa. Dari kulit telur itu berubah menjadi seorang bayi yang kemudian diberi nama Hyang Antaga. Sementara itu dari putih telur juga berubah menjadi seorang bayi yang kemudian diberi nama Hyang Ismaya. Yang terakhir dari kuning telur berubah menjadi bayi dan diberi nama Hyang Manikmaya.

Setelah mengucapkan terima kasih atas bantuan yang diberikan oleh ayahandanya, Sang Hyang Tunggal bersama Dewi Rekatawati kembali ke Kahyangan Jonggring Salaka bersama ketiga putranya. Selanjutnya ketiga putranya itu diasuh dan dididik dengan berbagai ilmu serta kesaktian hingga sampai dewasa dan menjadi sosok dewa yang tampan dan berkesaktian tinggi. Saat Sang Hyang Tunggal hendak mewariskan tahta Jonggrong Salaka terjadilah pertentangan antara Hyang Antaga dengan Hyang Ismaya. Keduanya merasa berhak atas tahta Jonggring Salaka karena mereka masing-masing menganggap dirinya yang paling tua, sedangkan Hyang Manikmaya lebih memilih diam dan menyingkir serta tidak membela salah satu saudaranya. Tanpa diketahui Sang Hyang Tunggal, Hyang Antaga dan Hyang Ismaya kemudian sepakat mencari tempat untuk mengadu ilmu kesaktian untuk membuktikan siapa yang sebenarnya pantas duduk di singgasana Jonggring Salaka. Sekian lama keduanya mengadu ilmu kesaktian, ternyata tidak menunjukkan siapa diantara mereka berdua yang bakal keluar memperoleh kemenangan.

Keduanya kemudian menyetujui untuk berhenti bertarung dan menggantinya dengan sebuah pertaruhan, yaitu barang siapa yang berhasil memakan sebuah gunung yang ada di depan mereka, maka dialah yang dianggap sebagai saudara yang tertua dan dianggap sebagai pemenang serta berhak atas tahta Jonggring Salaka. Disepakati Hyang Antaga yang mendapat giliran pertama dan Hyang Ismaya yang berikutnya. Dengan mengerahkan semua kesaktiannya, Hyang Antaga berusaha memakan gunung itu dengan sekali makan. Namun sayang hanya sebagian dari gunung itu yang berhasil dimakannya karena gunung itu kemudian meletus sehingga membuat mulut Hyang antaga menjadi melebar bentuknya. Beruntunglah Hyang Antaga yang berhasil memuntahkan sisa gunung yang sudah terlanjur masuk ke dalam perutnya. Namun demikian, akibat dari gagalnya memakan gunung itu membuat wajah dan tubuh Hyang Antaga yang semula tampan menjadi buruk rupa karena mulutnya berubah menjadi besar dan melebar.

Melihat kegagalan Hyang Antaga, Hyang Ismaya kemudian maju dan berusaha memakan gunung itu dengan cara perlahan, sedikit demi sedikit.namun akhirnya berhasil memakan seluruh gunung itu. Akan tetapi pada saat akan memuntahkan kembali gunung itu dari dalam perutnya, Hyang Ismaya tidak mampu. Akibatnya perut hyang Ismaya menjadi membesar sementara gigi depannya hanya tinggal satu yang ada didepan, itupun gigi di bagian bawah. Sama seperti Hyang Antaga, wajah tampan Hyang Ismaya pun berubah menjadi buruk dan tidak karuan bentuk badannya. Setelah  mengalami kegagalan yang mengakibatkan wajah dan bentuk tubuhnya menjadi buruk, keduanya sadar dan menyesali perbuatannya. Mereka berdua kemudian menghadap Sang Hyang Tunggal dan memohon ampun atas sikap mereka dan  memohon agar wajah dan bentuk tubuhnya bisa dikembalikan seperti wujud semula. Namun permintaan mereka ditolak oleh Sang Hyang Tunggal dan bahkan keduanya dihukum dengan diturunkan ke dunia. Sementara itu Hyang Manikmaya yang sejak semula tidak turut memperebutkan tahta Jonggring Salaka kemudian diangkat menjadi penguasa di Jonggring Salaka dengan gelar Bathara Guru. Sedangkan Hyang Antaga yang dihukum dengan diturunkan kedunia kemudian diberi nama Togog  dan ditugaskan untuk mengabdi dan membimbing kaum raksasa dan Kurawa. Dalam menjalankan tugasnya ini Togog  nantinya akan dikawani oleh temannya yang bernama Mbilung.

Demikian pula dengan Hyang Ismaya yang dihukum dengan diturunkan ke dunia dengan diberi nama baru yaitu Semar. Tugasnya di dunia adalah menjadi pemomong dan pembimbing bagi para ksatria dan Pandawa. Dalam menjalankan tugasnya di dunia, Semar ini nantinya akan ditemani oleh anak-anak angkatnya yaitu Gareng, Petruk dan Bagong.

No comments:

Post a Comment