Rama Wijaya 1
Negeri Ayodya adalah sebuah negeri yang memiliki wilayah yang luas dan subur. Rajanya bernama Dasarata. Ia memerintah kerajaan tersebut dengan adil dan bijaksana sehingga kehidupan rakyatnya menjadi aman dan damai. Raja Dasarata memiliki watak kepanditaan pula. Ia amat menjunjung ajaran-ajaran tentang kebenaran. Karenanya rakyat Ayodya amat mencintai rajanya. Rakyat Ayodya hidup tolong- menolong dan bergotong-royong. Mereka bekerja giat dan selalu patuh terhadap undang-undang Negeri Ayodya.
Prabu Dasarata mempunyai tiga orang permaisuri yaitu Kausalya, Kaikayi, dan
Sumitra. Kausalya berputra Ramawijaya, Kaikayi berputra Barata, dan Sumitra
berputra kembar, yaitu Laksamana dan Satrugna. Sifat dan watak para putra
itupun amat terpuji. Mereka adalah satria yang berbudi luhur. Mereka amat
mencintai rakyatnya sehingga rakyatnya pun amat berbakti. Ramawijaya adalah
seorang satria yang pandai berperang. Walaupun sikapnya lemah-lembut, tetapi ia
tangkas menggunakan senjata, terutama panah. Ia rajin berlatih menggunakan
panah sehingga tak ada satria lain yang mampu mengalahkan kepandaiannya dalam
memanah. Busur yang seberapapun besarnya dapat dilengkungkan olehnya, dan
sasaran yang betapapun jauhnya selalu terbidik dengan tepat. Bala tentara
Ayodya pun amat besar dan kuat serta memiliki pasukan berkuda yang tangguh.
Gajah-gajah pun digunakan untuk berperang. Syahdan, datanglah seorang pendeta
mengunjungi istana Ayodya. Ia bernama Bagawan Wiswamitra. Karena Prabu Dasarata
sangat menghargai kehidupan beragama maka kedatangan Bagawan Wiswamitra disambut
dengan segala kehormatan. Bagawan Wiswamitra bertempat tinggal jauh dari kota
Ayodya. Kedatangannya ke Ayodya kali ini bertujuan untuk meminta bantuan agar
Sang Prabu menghalau raksasa-raksasa yang sering mengganggu ketentraman
penduduk desa. Sudah agak lama pertapaan Sang Bagawan selalu didatangi para
raksasa perusuh dari negeri
Raja Tatsaka. Mereka merusak sawah dan ladang para
cantrik serta menangkap dan merampas ternak. Jika mereka tidak mendapatkan
ternak, siapapun yang ditemuinya ditangkapnya pula dan dijadikan mangsa.
Penduduk desa di sekitar pertapaan Sang Bagawan sudah pernah mengadakan perlawanan
tetapi karena jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah raksasa maka para raksasa
itu tak dapat dikalahkan. Para raksasa perusuh itu pun semakin kejam dan ganas.
Prabu Dasarata amat bersedih mendengar pengaduan Bagawan Wiswamitra. Putranda
Ramawijaya dan Laksamana dipanggilnya lalu diperintahkannya menumpas para
raksasa yang membuat kekacauan di pertapaan Bagawan Wiswamitra. Maka
berangkatlah Ramawijaya dan Laksamana beserta pasukan Ayodya. Kedatangan para
satria Ayodya itu pun disambut oleh para raksasa dengan geram. Pasukan Ayodya
berperang dengan gagah berani sehingga para raksasa itu tumpas. Raja Tatsaka terbunuh
oleh panah Ramawijaya. Setelah para raksasa terusir, Bagawan Wiswamitra beserta
para cantrik kembali ke pertapaannya. Para penduduk membersihkan puing-puing
yang berserakan akibat peperangan. Rumah-rumah penduduk yang dirusak oleh para
raksasa kini diperbaiki dan dibangun lagi. Mereka juga mulai beternak. Sawah
dan ladang yang rusak mereka cangkul dan garap lagi. Saluran-saluran air digali
pula. Tanah-tanah yang baru dibuka dijadikan tanah garapan, dibagi-bagi dalam
petak-petak persawahan, dan diairi. Benih-benih disebarkan. Kuil-kuil yang
runtuh pun mereka bangun kembali. Di bawah pimpinan Bagawan Wiswamitra, mereka
berdoa dan menyelenggarakan upacara-upacara pemujaan. Mereka memanjatkan doa
agar memperoleh ketentraman, kemakmuran dan kesejahteraan, serta dijauhkan dari
segala penyakit dan perang. Ramawijaya dan Laksamana kadangkala masih
mengunjungi pertapaan Sang Bagawan untuk berjaga-jaga kalau masih ada raksasa
yang hendak mengganggu ketentraman penduduk. Tersebutlah Maharaja Janaka yang
bertakhta di Negeri Mantilireja. Sang Raja mempunyai seorang putri yang amat
cantik jelita. Putri yang halus budi bahasanya itu bernama Sita. Setelah Sita
dewasa, Sang Raja mengadakan sayembara. Barang siapa yang mampu mengangkat
busur Sang Raja dan melengkungkannya hingga patah, ia akan dikimpoikan dengan
Sita. Berpuluh-puluh pangeran dan satria datang ke Istana Mantilireja hendak
mengikuti sayembara itu. Satu persatu mereka mencoba mengangkat busur Sang
Raja, tapi tak seorang pun kuat mengangkatnya. Ramawijaya dan Laksamana demi
mendengar berita sayembara itu, dan atas nasehat Bagawan Wiswamitra,
berangkatlah ke Mantilireja hendak mengikuti sayembara. Setibanya di
Mantilireja, Ramawijaya diijinkan mencoba mengangkat busur pusaka itu. Ternyata
kekuatan Ramawijaya membuat Prabu Janaka kagum dan heran. Busur yang amat besar
itu dengan mudah diangkat oleh Ramawijaya, lalu dilengkungkannya sampai patah. Prabu
Janaka dengan rela menganugerahkan puterinya, Sita, menjadi isteri Rama. Pesta
perkimpoian Rama dan Sita dirayakan selama empat puluh hari empat puluh malam.
Prabu Dasarata pun hadir. Rakyat bersuka ria. Upacara perkimpoian itu
dilangsungkan menurut adat kebesaran istana.
Setelah kedua mempelai tinggal agak lama di Mantili, tibalah waktunya untuk pulang kembali ke Ayodya. Dengan diantar Laksamana dan kaum kerabat istana, berangkatlah iring-iringan mempelai kerajaan Mantili menuju Ayodya. Jarak antara Ayodya dan Mantili cukup jauh dan harus ditempuh melalui hutan belantara serta harus mendaki gunung dan menuruni lembah. Di tengah perjalanan tiba-tiba rombongan pengantin baru itu dicegat oleh Ramaparasu, seorang pertapa tua. Ramaparasu, atau juga sering disebut Jamadagni, memperoleh sebuah panah sakti pemberian dewa ketika ia sedang bertapa. Demi kesempurnaan jiwanya di alam baka, ia harus meninggal karena panah itu. Karena itu ia mengembara kemana-mana untuk mencari seseorang yang sanggup mengangkat panah itu dan memanahnya sekali hingga ia menemui ajal.Telah banyak orang yang ditemuinya tapi tak ada yang kuat mengangkat busur panah itu. Ramaparasu mendengar pula bahwa Rama memenangkan sayembara mengangkat busur di Negeri Mantili. Karena itu Ramaparasu hendak menemui Rama. Setelah berhasil menemui Rama di tengah hutan, Ramaparasu minta dibunuh dengan panah pusakanya agar nyawanya sempurna di alam baka. Namun demikian, jika Rama tak sanggup mengangkat busur panah itu, ia harus rela pula dibunuh dengan panah tersebut. Rama menyanggupi. Busur pusaka itu diangkatnya lalu dilepaskanlah sebuah anak panah. Anak panah itu terbang dengan cepat menancap di tubuh Ramaparasu. Tubuh Ramaparasu rubuh terkulai lalu ia meninggal seperti cara yang dikehendakinya. Ramawijaya dan Sita tiba di Negeri Ayodya dengan selamat. Mereka tinggal dalam sebuah istana yang amat indah. Rama dan Sita amat berbakti kepada ayahanda Raja Dasarata. Mereka pula amat mencintai saudara-saudaranya meskipun berbeda ibu. Pada suatu hari datanglah utusan dari negeri Kaikeya, yaitu negeri kakek Barata, yang meminta agar Barata sudi menengok negeri leluhurnya. Prabu Dasarata mengijinkan. Maka diperintahkanlah Barata serta adiknya Satrugna pergi ke negeri Kaikeya. Rama dan Sita dengan berat hati melepas keberangkatan kedua adiknya yang amat dicintainya itu. Konon Raja Dasarata merasa usianya telah lanjut. Ia berniat hendak menyerahkan mahkota kerajaan kepada Rama. Tapi sebelum keputusan hatinya itu diumumkan, ia hendak bertanya dan meminta pertimbangan rakyatnya. Maka di depan segenap rakyatnya Raja Dasarata menyatakan niatnya hendak mengundurkan diri dari takhta kerajaan. Karena ia sudah berusia lanjut, maka perlulah kiranya diganti oleh seorang raja yang lebih muda dan lebih kuat memegang tampuk pemerintahan. Niat pengunduran dirinya itu dimaksudan agar Negeri Ayodya lebih sentosa dan makmur di masa-masa yang akan datang.
Setelah kedua mempelai tinggal agak lama di Mantili, tibalah waktunya untuk pulang kembali ke Ayodya. Dengan diantar Laksamana dan kaum kerabat istana, berangkatlah iring-iringan mempelai kerajaan Mantili menuju Ayodya. Jarak antara Ayodya dan Mantili cukup jauh dan harus ditempuh melalui hutan belantara serta harus mendaki gunung dan menuruni lembah. Di tengah perjalanan tiba-tiba rombongan pengantin baru itu dicegat oleh Ramaparasu, seorang pertapa tua. Ramaparasu, atau juga sering disebut Jamadagni, memperoleh sebuah panah sakti pemberian dewa ketika ia sedang bertapa. Demi kesempurnaan jiwanya di alam baka, ia harus meninggal karena panah itu. Karena itu ia mengembara kemana-mana untuk mencari seseorang yang sanggup mengangkat panah itu dan memanahnya sekali hingga ia menemui ajal.Telah banyak orang yang ditemuinya tapi tak ada yang kuat mengangkat busur panah itu. Ramaparasu mendengar pula bahwa Rama memenangkan sayembara mengangkat busur di Negeri Mantili. Karena itu Ramaparasu hendak menemui Rama. Setelah berhasil menemui Rama di tengah hutan, Ramaparasu minta dibunuh dengan panah pusakanya agar nyawanya sempurna di alam baka. Namun demikian, jika Rama tak sanggup mengangkat busur panah itu, ia harus rela pula dibunuh dengan panah tersebut. Rama menyanggupi. Busur pusaka itu diangkatnya lalu dilepaskanlah sebuah anak panah. Anak panah itu terbang dengan cepat menancap di tubuh Ramaparasu. Tubuh Ramaparasu rubuh terkulai lalu ia meninggal seperti cara yang dikehendakinya. Ramawijaya dan Sita tiba di Negeri Ayodya dengan selamat. Mereka tinggal dalam sebuah istana yang amat indah. Rama dan Sita amat berbakti kepada ayahanda Raja Dasarata. Mereka pula amat mencintai saudara-saudaranya meskipun berbeda ibu. Pada suatu hari datanglah utusan dari negeri Kaikeya, yaitu negeri kakek Barata, yang meminta agar Barata sudi menengok negeri leluhurnya. Prabu Dasarata mengijinkan. Maka diperintahkanlah Barata serta adiknya Satrugna pergi ke negeri Kaikeya. Rama dan Sita dengan berat hati melepas keberangkatan kedua adiknya yang amat dicintainya itu. Konon Raja Dasarata merasa usianya telah lanjut. Ia berniat hendak menyerahkan mahkota kerajaan kepada Rama. Tapi sebelum keputusan hatinya itu diumumkan, ia hendak bertanya dan meminta pertimbangan rakyatnya. Maka di depan segenap rakyatnya Raja Dasarata menyatakan niatnya hendak mengundurkan diri dari takhta kerajaan. Karena ia sudah berusia lanjut, maka perlulah kiranya diganti oleh seorang raja yang lebih muda dan lebih kuat memegang tampuk pemerintahan. Niat pengunduran dirinya itu dimaksudan agar Negeri Ayodya lebih sentosa dan makmur di masa-masa yang akan datang.
Para pembesar negara dan rakyat yang mendengar pengumuman raja itu menyatakan
persetujuannya. Mereka berpendapat bahwa rajanya telah mencurahkan segenap
tenaga dan pikirannya selama ini sehingga tercipta kemakmuran dan kesentosaan
negeri. Mereka selanjutnya bertanya, siapakah gerangan yang hendak diangkat
menjadi pengganti raja. Prabu Dasarata kemudian menyatakan keputusan hatinya
bahwa Ramawijaya hendak diangkatnya sebagai raja pengganti. Maka dengan suara
gemuruh, para pembesar negeri dan rakyat menyatakan persetujuannya. Raja
Dasarata mendengar persetujuan rakyatnya itu menjadi terharu. Namun demikian,
ia bertanya mengapakah para pembesar negeri dan segenap rakyat menyetujui
pengangkatan Rama.
Maka segenap rakyat menjawab bahwa Rama memang pantas menjadi raja. Rama telah membuktikan keberanian dan kesungguhannya membela rakyat, menolong setiap rakyat yang berada dalam kesulitan dan memberantas segala kekacauan. Rama seorang satria sejati dan kepandaiannya berperang selalu dipergunakan bagi kepentingan rakyat. Raja Dasarata amat terharu saat mengetahui betapa segenap rakyat menaruh cinta kepada Rama. Maka Sang Raja memerintahkan agar dimulai persiapan upacara penobatan Rama sebagai raja.
Maka segenap rakyat menjawab bahwa Rama memang pantas menjadi raja. Rama telah membuktikan keberanian dan kesungguhannya membela rakyat, menolong setiap rakyat yang berada dalam kesulitan dan memberantas segala kekacauan. Rama seorang satria sejati dan kepandaiannya berperang selalu dipergunakan bagi kepentingan rakyat. Raja Dasarata amat terharu saat mengetahui betapa segenap rakyat menaruh cinta kepada Rama. Maka Sang Raja memerintahkan agar dimulai persiapan upacara penobatan Rama sebagai raja.
Para pembesar negara dan rakyat yang mendengar pengumuman raja itu menyatakan
persetujuannya. Mereka berpendapat bahwa rajanya telah mencurahkan segenap
tenaga dan pikirannya selama ini sehingga tercipta kemakmuran dan kesentosaan
negeri. Mereka selanjutnya bertanya, siapakah gerangan yang hendak diangkat
menjadi pengganti raja. Prabu Dasarata kemudian menyatakan keputusan hatinya
bahwa Ramawijaya hendak diangkatnya sebagai raja pengganti. Maka dengan suara gemuruh,
para pembesar negeri dan rakyat menyatakan persetujuannya. Raja Dasarata
mendengar persetujuan rakyatnya itu menjadi terharu. Namun demikian, ia
bertanya mengapakah para pembesar negeri dan segenap rakyat menyetujui
pengangkatan Rama.
No comments:
Post a Comment