Jan 10, 2017

Rama Wijaya 2



Rama Wijaya 2

Maka segenap rakyat menjawab bahwa Rama memang pantas menjadi raja. Rama telah membuktikan keberanian dan kesungguhannya membela rakyat, menolong setiap rakyat yang berada dalam kesulitan dan memberantas segala kekacauan. Rama seorang satria sejati dan kepandaiannya berperang selalu dipergunakan bagi kepentingan rakyat. Raja Dasarata amat terharu saat mengetahui betapa segenap rakyat menaruh cinta kepada Rama. Maka Sang Raja memerintahkan agar dimulai persiapan upacara penobatan Rama sebagai raja.
 
Tersebutlah seorang abdi istana bernama Mantara. Ia adalah seorang abdi dari permaisuri Kaikayi dan pengasuh Pangeran Barata sejak kecil. Ia membujuk permaisuri Kaikayi agar memohon Prabu Dasarata untuk membatalkan niatnya yang hendak menobatkan Rama. Ia pula membujuk agar Kaikayi menuntut Sang Raja untuk menobatkan Pangeran Barata, dan bukannya Rama, sebagai raja. Mula-mula Kaikayi tidak terbujuk, tapi lama-lama timbul pula iri dalam hatinya, mengapa putera Kausalya yang diangkat sebagai pengganti raja. Pada suatu malam Raja Dasarata mendapatkan Kaikayi sedang menangis. Raja amat sedih melihatnya, lalu dia bertanya apa yang menyebabkan Kaikayi menangis. Kaikayi segera menagih janji, yaitu pengangkatan Barata sebagai raja. Bukankah dulu ketika Raja Dasarata meminangnya ia berjanji kelak akan mengangkat putera Kaikayi sebagai raja penggantinya. Karena itu Kaikayi menuntut agar Sang Raja mengurungkan niatnya yang hendak mengangkat Rama sebagai raja. Mendengar tuntutan Kaikayi itu hati Raja Dasarata pun menjadi amat sedih.
 
Raja Dasarata semakin pedih hatinya ketika mendengar tuntutan Kaikayi agar Rama beserta Sita istrinya diusir dari istana dan dibuang kedalam hutan Dandaka selama empat belas tahun. Hati Dasarata amat bingung karena persiapan penobatan Rama menjadi raja telah selesai. Maka pada keesokan harinya ketika hari masih pagi buta, Rama dipanggil menghadap. Ketika Rama datang bersembah di hadapannya, Raja Dasarata tak sanggup menyampaikan isi hatinya. Maka Kaikayilah yang memerintahkan Rama agar Rama bersama Sita meninggalkan istana dan pergi mengembara dalam pembuangan di hutan Dandaka selama empat belas tahun. Wajah Rama tetap tenang mendengar perintah itu. Sebagai satria ia akan memenuhi perintah ayahnya, betapapun berat perintah itu. Rama menyembah, lalu minta diri dari ayahandanya. Dengan tenang pula ia menyampaikan perintah itu kepada Sita, lalu bersiap untuk berangkat. Dengan diiringi ratap tangis para abdi istana maka berangkatlah Rama dan Sita menuju hutan Dandaka. Laksamana yang amat menyintai Rama kakaknya, ikut pula dalam pengembaraan itu. Raja Dasarata amat sedih hatinya karena ditinggal oleh Rama, Sita dan Laksamana. Malam hari ia tak dapat tidur karena teringat akan pengalamannya sendiri dikala masih muda. Maka pengalamannya itu diceritakanlah kepada Kausalya. "Kausalya, kala aku masih muda, aku amat pandai memanah. Pada suatu malam aku mengendarai keretaku di sepanjang Sungai Serayu. Kala itu banyak binatang seperti gajah, harimau dan kijang sering minum di tepi sungai. Walaupun aku tak bisa melihat tubuh binatang itu, aku dapat membidiknya dengan panahku. Hanya dari mendengar suara binatang itu saja aku dapat memanahnya.


Suatu saat aku mendengar sebuah suara, lalu kupanah. Ternyata itu bukanlah seekor binatang tapi seorang pemuda. Sambil mengerang kesakitan ia minta kepadaku agar pasu yang berisi air di sampingnya aku antarkan kepada kedua orang tuanya yang buta. Ia pun segera tewas karena panahku. Pasu itu lalu kuantarkan kepada orang tua pemuda itu. Mereka sedang kehausan. Lalu kuceritakan peristiwa yang kualami seraya kuminta maafnya atas kesalahanku. Dan orang tua itu pun meramalkan bahwa aku kelak akan merasakan betapa pedihnya ditinggalkan anak yang kucintai." Sehabis bercerita demikian, Raja Dasarata pun wafat.Barata dan Satrugna demi mendengar kematian ayahandanya segera pulang ke Ayodya. Mereka pun amat bersedih karena Rama, Sita dan Laksamana tengah hidup dalam pembuangan. Ketika Barata hendak diangkat sebagai raja, ia pun menolak, bahkan ia hendak mencari Rama agar sudi pulang ke Ayodya dan segera duduk di singgasana. Atas petunjuk Bagawan Wasista, Barata dan Satrugna berhasil menemui Rama, Sita dan Laksamana di tengah hutan. Dipeluknya kaki Rama, lalu meminta agar Rama segera pulang dan naik ke singgasana kerajaan. Tapi Rama menolak karena ia hendak memenuhi perintah ayahandanya, yaitu hidup dalam pembuangan selama empat belas tahun. Barata disuruhnya kembali ke Ayodya untuk menjaga istana yang kosong. Barata pun kembali ke istana. Dibawanya serta terompah Rama yang akan ditaruh di atas singgasana sebagai perlambang keberadaan Rama di sana. Di negeri Ayodya, Barata memerintah atas nama kakaknya, Ramawijaya. Sekembalinya Barata ke Ayodya, Rama beserta Sita dan Laksamana meneruskan pengembaraanya. Mereka mengunjungi tempat pemujaan dan melakukan berbagai upacara. Mereka memuja Dewa Indra yang menguasai mega, mendung dan hujan, Dewi Agni yang menguasai api, Dewa Kuwera yang menguasai kekayaan, Dewa Wiwasata yang menguasai langit biru, Dewa Bayu yang menguasai angin, Dewa Waruna yang menguasai lautan, dan juga Dewa Yama yang menguasai kematian. Rama, Sita dan Laksamana juga mengunjungi para pertapa dan meminta petuah serta nasehat sebagai bekal kesempurnaan hidup. Mereka juga mengunjungi Sang Agastya, seorang pertapa yang sakti. Tetapi dalam pengembaraanya itu mereka pun sering menjumpai raksasa yang menganggu ketentraman. Pada suatu ketika mereka dicegat oleh Raksasa Wirada yang hendak menculik Sita. Tapi sebelum ia berhasil melaksanakan niatnya, panah Rama telah mendahului bersarang di dada raksasa itu Selama dalam pengembaraan, disamping membinasakan raksasa-raksasa jahat, Rama, Sita dan Laksamana juga berbuat kebaikan dan menolong orang-orang desa yang memerlukan perlindungan. Sebagai seorang satria, Rama ingin mengabdikan hidupnya bagi perikemanusiaan. Di tengah hutan Dandaka, Rama mendirikan sebuah pondok kayu. Setiap hari Rama berburu binatang untuk persediaan makanan, sementara Laksamana mencari buah-buahan. Sita selain menyiapkan makanan, juga mencari kembang untuk keperluan upacara pemujaan.
 
Rama amat gemar berburu rusa. Pulang dari perburuan, rusa itu disembelih lalu dagingnya diiris-iris dan dijemur agar kering. Sita selalu menjaga daging rusa yang sedang dijemur itu. Tapi burung-burung gagak senantiasa mencium baunya. Beramai-ramai mereka menyambar jemuran daging itu hingga habis.
 
Pada suatu hari Rama tidak pergi berburu karena dia ingin tahu binatang apakah yang selalu mencuri dan menghabiskan jemuran dagingnya. Diapun mengintai. Ternyata burung-burung gagaklah yang mencurinya. Sambil berlindung Rama membidik burung-burung pencuri itu dengan panah. Satu persatu burung-burung pencuri itu terkena anak panah dan tubuhnya jatuh berserakan. Sejak itu jemuran daging Sita tak ada lagi yang mencuri.
Di tengah hutan Dandaka mengembaralah pula raksasi Sarpakenaka, puteri negeri Langkapura. Ia diiringi oleh dua raksasa pengawal yang bernama Kara dan Dusana. Demi melihat Rama yang rupawan, Sarpakenaka segera tertarik hatinya. Ia segera menjelma menjadi seorang puteri yang cantik, lalu ia menemui Rama.
 
Sebagai seorang satria yang setia kepada isterinya, Rama menolak permintaan Sarpakenaka walaupun ia telah menjelma sebagai puteri jelita. Ia bertanya apakah Sarpakenaka tidak tertarik pada Laksmana.
Sarpakenaka pun segera menemui Laksamana dan mengutarakan maksudnya. Namun Laksamana pun menolaknya, bahkan hidung dan telinga Sarpakenaka dilukainya. Karena terluka, Sarpakenaka menjerit kesakitan dan menjelma kembali sebagai raksasi, lalu ia lari ke dalam hutan belantara. Peristiwa itu lebih menyadarkan Rama dan Laksamana bahwa sebagai satria banyaklah gangguan dan godaan yang harus diatasi.
 
Jerit kesakitan Sarpakenaka terdengar oleh pengawalnya, Kara dan Dusana. Betapa kaget dan marahnya kedua raksasa itu melihat junjungannya terluka parah. Keduanya segera mengancam Rama dan Laksamana untuk balas dendam. Tapi sebelum mereka dapat membalaskan dendam junjungannya, panah Rama dan Laksamana telah membunuhnya. Sarpakenaka segera lari pulang ke Langkapura. Ditemuinya Dasamuka kakaknya yang sedang beristirahat di balai peranginan. Sambil berurai air mata ia mengadukan Rama dan Laksamana yang dikatakannya telah menyiksanya di tengah hutan Dandaka. Selain itu ia membakar hati Rahwana agar menculik Sita, karena Sita seorang puteri yang cantik jelita dan pantas menjadi permaisuri. Sarpakenaka pun mengadu bahwa Kara dan Dusana telah dibunuh pula oleh kedua satria Ayodya itu.
 
Rahwana terbakar hatinya. Ia berencana untuk membalas dendam terhadap kedua satria Ayodya itu, sekaligus hendak menculik Sita. Rahwana segera memanggil abdi kepercayaanya, Marica. Disuruhnya Marica pergi ke hutan Dandaka untuk melihat pondok tempat tinggal Rama, Sita, dan Laksamana. Marica menyatakan kesanggupannya melaksanakan tugas Sang Raja, lalu ia bertanya tugas apa yang harus dilakukannya.
 
Rahwana menyuruh Marica menjelma menjadi seekor kijang kencana dengan tanduk yang bertahtakan intan berlian. Rahwana sendiri akan menjelma sebagai pertapa tua. Maka berangkatlah Rahwana dan Marica ke hutan Dandaka. Marica segera menjelma menjadi seekor kijang kencana. Begitu melihatnya, hati Sita segera tertarik dan ia ingin menangkap serta memelihara kijang kencana tersebut. Tapi kijang itu amat sukar ditangkap. Sita meminta Rama agar Rama menangkap kijang itu untuknya. Ketika Rama hendak menangkapnya, kijang itu lari ke dalam hutan. Sita mendesak Rama agar mengejarnya. Maka pergilah Rama hendak menangkap kijang itu. Sebelum pergi ia berpesan kepada Laksamana agar menjaga Sita dan jangan sekali-kali meninggalkan Sita seorang diri.

No comments:

Post a Comment