Rahwana Lahir
Berbulan-bulan di Lokapala Danaraja menunggu datangnya sang ayah yang diharapkan membawa kabar bahagia. Ia telah mendengar kabar bahwa sayembara Dewi Sukesi telah berhasil dimenangkan oleh Resi Wisrawa. Sampai suatu saat Wisrawa dan Sukesi sampai Lokapala.Dengan sukacita Danaraja menyambut keduanya. Namun Wisrawa datang dengan wajah yang kuyu dan kecantikan sang dewi yang diagung-agungkan banyak orang itu tampak pudar. Danaraja, merasa mendapatkan suasana yang tidak nyaman, kemudian bertanya pada ayahnya. Di depan istri dan putranya, Wisrawa menceritakan semua kejadian yang dialaminya dan secara terus terang mengakui segala dosa dan kesalahannya. Namun kesalahan tersebut merupakan kesalahan yang amat teramat fatal dimata Danaraja. Mendengar penuturan ayahnya, Prabu Danaraja menjadi sangat kecewa dan marah besar. Danaraja tidak dapat mempercayai bahwa ayahnya tega mencederai hati putra kandungnya sendiri. Kemarahan itu sudah takterbendung. Danaraja lalu mengusir kedua suami-istri tersebut keluar dari negara Lokapala.Akhirnya dengan penuh duka, sepasang suami istri itu kembali ke negara Alengka. Dalam perjalanan kembali menuju Alengka, Dewi Sukesi yang sudah mulai hamil itu tidak dapat berbuat banyak. Tubuhnya yang mulai kehilangan tenaga tampak kuyu dan pucat. Setelah berbulan-bulan perjalanan yang melelahkan, tiba saat melahirkan. Di tengah hutan belantara padat, Dewi Sukesi tak kuasa lagi menahan lahirnya sang bayi. Akhirnya lahirlah jabang bayi itu dalam bentuk gumpalan daging, darah dan kuku. Dewi Sukesi terkejut juga Resi Wisrawa. Gumpalan itu bergerak keluar dari rahim sang ibu menuju kedalam hutan. Kesalahan fatal dari dua orang manusia menyebabkan takdir yang demikian buruk terjadi. Gumpalan darah itu bergerak dan akhirnya menjelma menjadi seorang putra bayi berupa raksasa, seorang bayi laki-laki raksasa sebesar bukit dan satu orang bayi perempuan yang ujud tubuhnya ibarat bidadari, tetapi wajahnya berupa raksasa perempuan.Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi hanya dapat berserah diri sepenuhnya kepada kehendak Sang Penguasa Alam. Ketiga bayi itu lahir ditengah hutan diiringi lolongan serigala dan raungan anjing liar. Auman harimau dan kerasnya teriakan burung gagak. Suasana yang demikian mencekam mengiringi kelahiran ketiga bayi yang diberi nama Rahwana, Sarpakenaka dan Kumbakarna. Dengan kepasrahan yang mendalam, Wisrawa dan Sukesi membawa ketiga anak-anaknya ke Alengka. Tiba di Alengka, Prabu Sumali menyambut mereka dengan duka yang sangat dalam. Kesedihan itu membuat Sang Prabu raksasa yang baik hati ini menerima mereka dengan segala keadaan yang ada. Di Alengka Wisrawa dan Sukesi membesarkan ketiga putra-putri mereka dengan setulus hati.
Rahwana dan Sarpakenaka tumbuh menjadi raksasa dan raksesi beringas, penuh nafsu jahat dan angkara. Rahwana tampak semakin perkasa dan menonjol diantara kedua adik-adiknya. Kelakuannya kasar dan biadab. Demikian juga dengan Sarpakenaka yang makin hari semakin menjelma menjadi raksasa wanita yang selalu mengumbar hawa nafsu. Sarpakenaka selalu mencari pria siapa saja dalam bentuk apa saja untuk dijadikan pemuas nafsunya. Sebaliknya Kumbakarna tumbuh menjadi raksasa yang sangat besar, tiga sampai empat kali lipat dari tubuh raksasa lainnya. Ia juga memiliki sifat dan pribadi yang luhur. Walau berujud raksasa, tak sedikitpun tercermin sifat dan watak raksasa yang serakah, kasar dan suka mengumbar nafsunya, pada diri Kumbakarna. Namun perasaan gundah dan sedih menggelayut di relung hati Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi. Ketiga putranya lahir dalam wujud raksasa dan raksesi. Kini Dewi Sukesi mulai mengandung putranya yang keempat. Akankah putranya ini juga akan lahir dalam wujud rasaksa atau raseksi? Dosa apakah yang telah mereka lakukan?
Ataukah akibat dari gejolak nafsu
yang tak terkendali sebagai akibat penjabaran Ilmu Sastrajendra Hayuningrat
yang telah dilakukan oleh Resi Wisrawa kepada Dewi Sukesi? Sadar akan
kesalahannya yang selama ini terkungkung oleh nafsu kepuasan, Resi Wisrawa
mengajak Dewi Sukesi, istrinya untuk bersemadi, memohon pengampunan kepada Sang
Maha Pencipta, serta memohon agar dianugerahi seorang putra yang tampan,
setampan Wisrawana/Danaraja, putra Resi Wisrawa dengan Dewi Lokawati, yang kini
menduduki tahta kerajaan Lokapala. Sebagai seorang brahmana yang ilmunya telah
mencapai tingkat kesempurnaan, Resi Wisrawa mencoba membimbing Dewi Sukesi
untuk melakukan semadi dengan benar agar doa pemujaannya diterima oleh Dewata
Agung. Berkat ketekunan dan kekhusukkannya bersamadi, doa permohonan Resi Wisrawa
dan Dewi Sukesi diterima oleh Dewata Agung. Setelah bermusyawarah dengan para
dewa, Bhatara Guru kemudian meminta kesediaan Resi Wisnu Anjali, sahabat karib
Bhatara Wisnu, untuk turun ke marcapada menitis pada jabang bayi dalam
kandungan Dewi Sukesi. Dengan menitisnya Resi Wisnu Anjali, maka lahirlah dari
kandungan Dewi Sukesi seorang bayi lelaki yang berwajah sangat tampan. Dari
dahinya memancar cahaya keputihan dan sinar matanya sangat jernih. Sebagai
seorang brahmana yang sudah mencapai tatanan kesempurnaan, Resi Wisrawa dapat
membaca tanda-tanda tersebut, bahwa putra bungsunya itu kelak akan menjadi
seorang satria yang cendekiawan serta berwatak arif bijaksana. la kelak akan
menjadi seorang satria yang berwatak brahmana. Karena tanda-tanda tersebut, Resi
Wisrawa memberi nama putra bungsunya itu, Gunawan Wibisana. Karena wajahnya
yang tampan dan budi pekertinya yang baik, Wibisana menjadi anak kesayangan
Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi.
Dengan ketiga saudaranya, hubungan yang sangat
dekat hanyalah dengan Kumbakarna. Hal ini karena walaupun berwujud raksasa,
Kumbakarna memiliki watak dan budi yang luhur, yang selalu berusaha mencari
kesempurnaan hidup. Nun jauh di negara Lokapala, Prabu Danaraja masih memendam
rasa kemarahan dan dendam yang sangat mendalam kepada ayahnya. Hingga detik ini
dia masih tidak dapat menerima perlakuan ayahnya yang dianggapnya mengkhianati
dharma bhaktinya sebagai anak. Sang Resi Wisrawa sebagai ayah dianggapnya telah
menyelewengkan bhakti seorang anak yang telah dengan tulus murni dari dalam
bathin yang paling dalam memberikan cinta dan kehormatan pada ayah kandung
junjungannya. Rasa ini benar-benar tak dapat ia tahan hingga suatu saat Prabu
Danaraja mengambil sikap yang sudah tidak bisa ditawar lagi. Prabu Danaraja
lalu mengerahkan seluruh bala tentara Lokapala dan memimpinnya sendiri untuk
menyerang Alengka dan membunuh ayahnya sendiri yang sudah tidak memiliki
kehormatan lagi dimatanya. Alengka dan Lokapala bentrok dan terjadi pertumpahan
darah. Pertumpahan darah yang ditujukan hanya untuk dendam seorang anak pada
ayahnya. Resi Wisrawa tidak dapat diam melihat semua ini. Ribuan nyawa prajurit
telah hilang demi seorang Brahmana tua yang telah penuh dengan dosa. Wisrawa
segera turun ke tengah pertempuran dan menghentikan semuanya. Kini ia
berhadap-hadapan dengan Danaraja, anaknya sendiri. Dengan mata penuh dendam,
Danaraja mengibaskan pedang senjatanya ke badan Wisrawa. Darah mengucur deras,
Wisrawa roboh di tengah-tengah para prajurit kedua negara. Melihat Resi Wisrawa
tewas dalam peperangan melawan Prabu Danaraja, Dewi Sukesi berniat untuk
membalas dendam kematian suaminya. Rahwana yang ingin menuntut balas atas
kematian ayahnya, dicegah oleh Dewi Sukesi. Kepada keempat putranya diyakinkan,
bahwa mereka tidak akan mampu mengalahkan Prabu Danaraja yang memiliki ilmu
sakti Rawarontek. Untuk dapat mengalahkan dan membunuh Prabu Danaraja. Mereka
harus pergi bertapa, mohon anugrah Dewata agar diberi kesaktian yang melebihi
Prabu Danaraja, yang sesungguhnya masih saudara satu ayah mereka sendiri,
sebagai bekal menuntut balas atas kematian ayah mereka. Berangkatlah mereka
melaksanakan perintah ibunya.
No comments:
Post a Comment