Jan 29, 2017

Wahyu Makuta Rama



Prabu Suyudana mengutus Adipati Karna, Patih Sengkuni dan para Kurawa pergi ke Gunung Kutarunggu atau Pertapaan Swelagiri, karena dewa memberikan penjelasan bahwa barang siapa memiliki makuta Sri Batararama akan menjadi sakti, serta akan menurunkan raja-raja di Tanah Jawa.
Dalam perjalanannya Adipati Karna pergi ke Pertapaan Duryapura Dimana Anoman, saudaranya Kesaswasidi bertempat di situ yang ditemani raksasa Gajah. Wreksa, Garuda Mahambira, Naga Kuwara dan Liman Situbanda. Karma mengutarakan maksudnya tetapi di tolak Anoman sehingga terjadi peperangan. Karena terdesak Karna melepaskan panah Wijayadanu tetapi dapat ditangkap Anoman dan dibawa ke Swelagiri.



Rahasia Serat Sastrajendrahayuningrat Pangruwa Ting Diyu



Dalam lakon wayang Purwa, kisah Ramayana bagian awal diceritakan asal muasal keberadaan Dasamuka atau Rahwana tokoh raksasa yang dikenal angkara murka, berwatak candala dan gemar menumpahkan darah. Dasamuka lahir dari ayah seorang Begawan sepuh sakti linuwih gentur tapanya serta luas pengetahuannya yang bernama Wisrawa dan ibu Dewi Sukesi yang berparas jelita tiada bandingannya dan cerdas haus ilmu kesejatian hidup. Bagaimana mungkin dua manusia sempurna melahirkan raksasa buruk rupa dan angkara murka ? Bagaimana mungkin kelahiran “ sang angkara murka “ justru berangkat dari niat tulus mempelajari ilmu kebajikan yang disebut Serat Sastrajendra.
Dalam lakon wayang Purwa, kisah Ramayana bagian awal diceritakan asal muasal keberadaan Dasamuka atau Rahwana tokoh raksasa yang dikenal angkara murka, berwatak candala dan gemar menumpahkan darah. Dasamuka lahir dari ayah seorang Begawan sepuh sakti linuwih gentur tapanya serta luas pengetahuannya yang bernama Wisrawa dan ibu Dewi Sukesi yang berparas jelita tiada bandingannya dan cerdas haus ilmu kesejatian hidup. Bagaimana mungkin dua manusia sempurna melahirkan raksasa buruk rupa dan angkara murka ? Bagaimana mungkin kelahiran “ sang angkara murka “ justru berangkat dari niat tulus mempelajari ilmu kebajikan yang disebut Serat Sastrajendra.

Ilmu untuk Meraih Sifat Luhur Manusia

Salah satu ilmu rahasia para dewata mengenai kehidupan di dunia adalah Serat Sastrajendra. Secara lengkap disebut Serat Sastrajendrahayuningrat Pangruwatingdiyu. Serat = ajaran, Sastrajendra = Ilmu mengenai raja. Hayuningrat = Kedamaian. Pangruwating = Memuliakan atau merubah menjadi baik. Diyu = raksasa atau keburukan. Raja disini bukan harfiah raja melainkan sifat yang harus dimiliki seorang manusia mampu menguasai hawa nafsu dan pancainderanya dari kejahatan. Seorang raja harus mampu menolak atau merubah keburukan menjadi kebaikan. Pengertiannya bahwa Serat Sastrajendra adalah ajaran kebijaksanaan dan kebajikan yang harus dimiliki manusia untuk merubah keburukan mencapai kemuliaan dunia akhirat. Ilmu Sastrajendra adalah ilmu makrifat yang menekankan sifat amar ma’ruf nahi munkar, sifat memimpin dengan amanah dan mau berkorban demi kepentingan rakyat.

Abimanyu Terjebak Perangkap Mahadigda



Abimanyu Terjebak Perangkap Mahadigda

Dia putra Arjuna yang lahir dari cintanya yang pertama kepada seorang wanita yang bernama Sumbadra putri Raja Basudewa dari Dewi Badraini. Abimanyu kekasihnya satria muda usia, sopan tutur bahasanya, ortmat kepada orang tua dan tak segan menolong sesamanya. Istrinya bernama Utari putri Raja Wirata, berputra seorang bernama parikesit yang kelak akan meneruskan tahta kerajaan Astina menggantikan Prabu Yudhistira. Sayang ia kurang wiwaha seperti kebanyakan anak muda. Tindakannya ceroboh menurut kata hati tak pandang bahaya mengancam akhirnya terjadi malapetaka menimpa dirinya. Malapetaka itu terjadi ketika satria Plengkawati itu hendak menolong pasukan pandawa yang terkepung rapat balatentara Kurawa di Tegal Kuru Setra Dengan keberanian yang luar biasa ditunjang semangat yang menyala-nyala, diterjangnya barikade musuh hingga porak poranda dan pasukan Pandawa pun terbebas dari malapetaka yang nyaris menghancurkan.

Namun rupanya si anak muda itu belum merasa puas, darah mudanya bergejolak, ia terus menghajar musuh seorang diri walau sempat diperingatkan para Pandawa agar tidak meneruskan maksudnya, tapi tak digubrisnya. Ia malah terus memacu kudanya melaju menggempur musuh hingga jauh menusuk jantung pertahanan Kurawa. Akibatnya perbuatan yang berani tetapi tak berhati-hati itu berakibat fatal baginya. Pihak Kurawa yang lebih unggul dalam pengalaman taktik strategi perang telah memasang perangkap yang disebut Durgamarungsit, yaitu sebuah perangkap semacam bubu yang apabila orang masuk ke dalamnya tak akan bisa keluar lagi. Siasat itu ditambah lagi dengan perangkap yang lebih berbahaya lagi yaitu perangkap Gelar Maha Digua semacam pintu jebakan. Di setiap balik pintu telah bersembunyi sebagai algojo. Di situlah si anak muda belia itu dibantai, dibokong dari belakang, dihimpit dari pinggir, dihadang dari depan serta dihujani berbagai rupa senjata hingga bandanya arang kerancang. Akhirnya gugur ditikam dari belakang oleh tumenggung Kelana jayadrata. Kualitas manusia Kurawa sungguh tak berperikemanusiaan, curang dan menyalahi aturan perang. Anak yang masih ingusan diperlakukan bagai binatang buruan dikepung dan dibantai oleh orang-orang yang bukan layak menjadi lawannya.

Jan 28, 2017

Arjuna Janaka



Ing jagad ora ana tandhingane bab kebagusane, amarga Janaka minangka simbol amal becik. Amal becik ora bisa pisah klawan swarga (Jannah). Janaka saka tembung jannahuka, tegese swargamu. Mula sapa sing kepengin mlebu swarga, kudu tumindak becik lan nindakake tuntunaning agama kanthi temen. Arjuna satriya digdaya sekti mandraguna, polatan luruh jatmika, prigel ing samubarang, seneng tetulung marang sapa bae, mula ditresnani dening sapa bae. Ora mokal yen garwane pirang – pirang. 


Jan 27, 2017

Leluhur Pandawa


Ana sawatara versi cerita bab sapa leluhure Pandawa lan Kurawa. Ana sing ngandharake yen iku Bharata, putrane Prabu Duswanta lan Dewi Sakhuntala. Mula, Pandawa lan Kurawa uga sinebut darah Bharata. Crita liya nyebutake yen kang nurunake iku Bambang Bremani, putrane Bathara Brama kang dhaup karo Dewi Srihunon, putrane Bathara Wisnu. Bremani banjur peputra Bambang Parikenan lan Parikenan peputra Manumayasa. Manumayasa iku satriya linuwih, kinasihan ing Bathara Guru.Nalika semana ngarcapada, nadyan wis akeh manungsane, kahanane durung tumata. Mula Bathara Guru ngersakake mranata kahananing para titah iku. Banjur miji para dewa. Sang Hyang Kanekaputra matur yen ngarcapada kudu ana kang mimpin. Nanging sapa?. Miturut Bathara Kanekaputra, ora ana liya maneh kejaba ya mung Manumayasa iku. Bathara Guru sarujuk, nanging isih sumelang. Yen mung Manumayasa dhewe kang ditugasi, apa bakal bisa ngleksanakake jejibahane kanthi becik?. Sawise rembugan sawatara suwene, Bathara Guru lan Kanekaputra sarujuk ngutus Sang Hyang Ismaya melu tumurun marang ngarcapada ngancani Manumayasa. Yen ana pewayangan, Bathara Ismaya kuwi jenenge sing luwih populer Semar. Maune uga salah sawijining dewa kang dedunung ing kahyangan. Wiwit dina kuwi Ismaya kadhawuhan tumurun ing ngarcapada kanthi tugas ngemong Manumayasa nganti saanak-turune besuk, amarga anak-turune Manumayasa iku wis dipesthekake dening jawata bakal dadi pemimpine para manungsa, pemimpin kang kudu njejegake kautaman.

Supaya anak-turune Manumayasa tansah bisa lumaku ing garis kautaman, Ismaya kudu tlaten ngemong. Kudu tansah ngelikake yen ana kang arep nalisir saka bebener. Sabanjure Semar mapan ing Karangdhempel (uga ana kang ngarani Klampis Ireng). Dene Manumayasa banjur yasa padhepokan ing Wukir Retawu. Semar kerep sowan menyang Retawu, prasasat meh saben dina. Sawise sawatara taun Manumayasa lan Ismaya manggon ana ngarcapada, Bathara Guru lan Bathara Narada bali ngrembug bab Manumayasa lan Ismaya. Pamanggihe Bathara Guru, Manumayasa kudu duwe sisihan supaya duwe keturunan kang besuk dadi pemimpine bangsa manungsa. Mula, wanita kang dadi sisihane Manumayasa iku aja mung sembarang wanita, ning kudu wanita sing duwe pribadi luhur, supaya bisa nurunake anak-anak kang uga becik pakartine.

Tatakini Lakon



Ditya Tatakini adalah punggawa raksasa negara Alengka. Karena kesaktian dan keahliannya dalam hal menyelam, ia dan saudaranya bernama Wilkataksini oleh Prabu Dasamuka ditugaskan untuk menjaga keamanan lautan dan pantai negara AlengkaDengan kesaktiannya yang luar biasa. 


Jan 26, 2017

Perang Bharatayudha


Perang Baratayudha, atau lengkapnya Baratayuda Jayabinangun, perang antar darah  Barata, merupakan salah satu dari empat perang besar yang telah digariskan dewa dalam pewayangan, selain perang Pamuksa ketika Prabu Pandu menumpas pemberontakan Prabu Trembuku dari Pringgandani dan Perang Gojalisuta, perang  saudara anak bapak, antara Prabu Bomantara alias Prabu Sitija, dengan Prabu  Kresna dalam membela anaknya yang lainnya Samba Wisnubrata, serta perang Guntarayana ketika Sang Begawan Ciptaning menjadi sraya, atas serangan Raja Hima Imantaka, Prabu Niwatakawaca, yang hendak mempersunting primadona kahyangan Jonggring Salaka, Dewi Supraba. Perang Baratayuda, perang dimana terjadi bagaimana prajurit yang maju menjadi senapati,  memetik hasil dari apa yang telah ditanam dan disisi lain meluwar janji yang pernah terucap.




Yuyurumpung-Ditya (Buto)



YUYURUMPUNG berwujud raksasa berkepala ketam/yuyu. Ia adalah salah satu punggawa kerajaan Alengka yang oleh Prabu Dasamuka ditempatkan di dalam samodra. Yuyurumpung sangat sakti. Ia dapat hidup di dalam air dan darat.



Jan 25, 2017

Duryudana Sekaratnya Tersiksa



Duryudana Sekaratnya Tersiksa


Setiap wanita melahirkan bayi. Tetapi tidak demikian dengan Gandari istri Destarata. Ia melahirkan segelantung daging sebesarguling. Orang bertanya-tanya pertanda apa gerangan. Bisma segera mengundang Resi Abiyasa dari pertapaan Sapta Arga guna mempermaknakan kelahiran yang unik itu. Oleh Resi daging itu dikucuri air. Ajaib daging gelantung itu bercerai-berai menjadi berkeping-keping kemudians atu pesatu berubah menjadi bayi laki-laki, satu di antaranya perempuan. Bayi pertama diberi nama Duryudana atau Suyudana, kedua Dursasana dan seterusnya hingga semua berjumlah seratus anak bayi. Sedan yang perempuan diberi nama Dusala atau Dursilawati. Sementara Pandu dari kedua istrinya, Kunti dan Madrim melahirkan lima orang anak laki-laki. Dari Kunti lahir Yudhistira, Bima dan Arjuna. Sedang dari Madrim, Nakula dan Sadewa. Kedua golongan itu masing-masing disebut Kurawa dan Pandawa dan merupakan inti cerita Mahabharata.

Jan 24, 2017

Yudhistira Lambang Manusia Sabar dan Adil



Orangnya pendiam tidak banyak bicara. Kalaupun berbicara tidak banyak direkayasa supaya menarik perhatian orang. Ia sabar, jujur dan adil serta pasrah dalam menghadapi cobaan hidup. Dialah yudhistira. Karena jujur dan sabar harus disertai kesumerahan, maka ia mampu memenjarakan nafsu. kesabaran tanpa kesumerahan belum dapat dikatakan sabar. Untuk melukiskan sejauh mana kesabaran dan kesumerahannya, dijelaskan dalam kisah sebagai berikut: ketika itu Pandawa sedang berada di hutan Kamiaka. Mereka sedang menjalani hukuman buang selama 13 tahun akibat tipudaya kaum Kurawa. Lapar dan dahaga serta bahaya yang setiap saat mengancam merupakan derita yang amat sangat. Tetapi berkat keteguhan dan ketabahan serta tak putus-putus berdoa kepada Hyang Maha Tunggal kesemua itu dapat diatasi. "Hemm, sampai kapan derita ini akan berakhir, si Duryudana keparat itu semakin besar kepala," geram Bima, "Baru tujuh tahun Sena. Tinggal enam tahun lagi, sabarlah dik," Yudhistira menghibur. "Kalau saja aku diberi ijin kakang Yudhis, sekarang juga aku gedor si laknat itu," kata Bima penuh nafsu. "Tulisan neraca Maha Agung tak dapat diubah lagi. 

Andaipun kita bertindak, tetapi tidak akan merubah nasib, dik. Malapetaka ini harus kita jadikan pelajaran untuk memperkuat jiwa dan pikiran agar siap menghadapi segala tantangan hidup," ujar Yudhistira. Sabar dan kesumerahan Yudhistira membuat adik-adiknya tunduk tak berani membantah. Pada suatu hari terjadi musibah menimpa keluarga Pandawa. Arjuna, Nalu dan Sadewa ditemukan ajal setelah minum air kolam di tengah hutan itu. Rupa-rupanya kolam itu ada penunggunya. Dengan perasaan sedih Yudhistira berkata: "Duh, dewata, siapa yang tega mencabut nyawa adik-adikku. habislah harapanku untuk merebut negeri Astina. Dinda Arjuna, kaulah andalan kami, tapi kini kau telah pergi untuk selama-lamanya. Apa dayaku," ratapnya. Tak lama kemudian terdengar suara tanpa rupa: "Mereka mati karena minum air kolam. Peringatanku tak dihiraukan." "Oh, siapakah tuan?" tanya Yudhistira. "Aku penunggu kolam. Saudaramu tak menghiraukan peringatanku untuk tidak minum air itu," jawabnya. "Hamba mohon maaf atas kelancangan adik-adik hamba. Jika memang kematiannya sudah kehendak Hyang Pinasti, hamba relakan. Tetapi jika kematiannya belum waktunya, sudi kiranya tuan menolong menghidupkannya kembali," pintanya. "Aku bersedia menghidupkan salah seorang diantara mereka, asal kau bersedia menjawab beberapa pertanyaanku," kata suara itu. "Hamba akan menurut kehendak tuan, Silahkan tuan bertanya barangkali hamba dapat menjawabnya," "Baik, dengarkan. Pertanyaan pertama: Siapa musuh yang paling gagah suka membunuh tapi sukar dilawan?" Menurut hamba musuh yang paling gagah adalah hawa nafsu yang bersemayam di dalam diri sendiri. Ia suka membunuh apabila diperturutkan keinginannya. Ia sukar dilawan jika iman ikta lemah," jawab Yudhistira. "Jawabanmu benar. Sekarang pertanyaan kedua: 

Jan 23, 2017

Caranggana


Bambang Caranggana, salah seorang putra Arjuna. Ibunya bernama Endang Maeswara, sedangkan kakeknya adalah Begawan Maruata. Sejak kecil ia tinggal menemani ibu dan kakeknya di pertapaan Gambir Melati, bukan mengikuti ayahnya di Kasatrian Madukara. Walaupun sebenarnya ia bukan seorang yang sakti, tetapi kejujuran dan kebersihan hatinya membuat bambang Caranggana sering disusupi Sang Hyang Wenang. Dan bila sudah demikian, tidak seorang pun dapat mengalahkannya.

Jan 22, 2017

Wilkampana


Wil Kampana adalah wadyabala raksasa negara Alengka yang terkemuka. Kampana tercipta dari ari-ari Jambumangli, putra Resi Maliawan, yang karena daya cipta kesaktian Resi Pulastya, brahmana raksasa dari pertapaan Hargajembatan, menjelma menjadi seorang raksasa bertubuh pendek gempal dan berambut merah.


Jan 21, 2017

Candabirawa



Candabirawa, dalam dunia pewayangan adalah sejenis ilmu yang hanya dimiliki oleh Begawan Bagaspati dan Prabu Salyapati. Dengan ilmu penguasaan Candrabirawa, Bagaspati maupun Salya dapat mendatangkan sebangsa jin raksasa untuk mengawal dan membantunya dalam suatu pertempuran. Bila jin raksasa kerdil itu dipukul atau diserang, ia akan membelah diri menjadi dua. Jika diserang lagi, ia membelah diri lagi menjadi empat, begitu seterusnya, sehingga jumlahnya terus meningkat sesuai dengan deret ukur.

Candrabirawa pada mulanya adalah selongsong kulit Batara Antaboga, yang berganti kulit setiap 1000 tahun sekali. Dari selongsong kulit itu Batara Guru menciptakannya menjadi makhluk naga yang mengerikan, lalu disuruh menyerang Begawan Bagaspati. Namun, pendeta berujud raksasa itu dapat mengalahkan Candrabirawa sehingga akhirnya makhluk itu mengabdi kepadanya. Dalam perang tanding itu, dengan kesaktiannya Bagaspati mengubah wujud Candrabirawa yang semula berupa naga, menjadi raksasa kerdil yang maya.


Jan 18, 2017

LAKON PETRUK DADI RATU





Petruk kang dadi Ratu anyar penegen ngedekake negara anyar . deweke pengen ngobrak ngabrik Ngamarta, nanging sadurunge sowan maring Prabu kresna Gathotkaca matur yenpetruk ngosak-ngasik ngamarta. Sak drunge kuwi wrekudara matur karo kakangekresna yen jimat kalimasada ilang ora reti parane, kresna duka lan di ireh-ireh baladewa.

Ning sadurunge tekan ana ing negara Dorowati, Petruk kang anjelma dadi ratu mau dicegat Prabu Baladewa sing wis reti menawane Petruk arep anggempur negara Dorowati, nanging Prabu Baladewa kalah klawan Petruk.

Sidane Gendruwaraja teka amarga dijaluki tulung dening Semar lan Gendruwaraja ngerti manawane Prabu Tong Tong Sot mau kuwi jelmaane Petruk amarga gaman sing diduweni dening Petruk sing awale kuwi saka dheweke. Petruk kang njelma dadi Ratu mau sidane bisa dikalahake dening Gendruwaraja, lan jebul Petruk uga nyolong Jimat Kalimasadane Pandawa.Petruk njaluk ngapura lan mbalikake Jimat Kalimasada banjur digawa karo Gendruwaraja amarga arep diakon tapa 100 dina kanggo ngetaske alane.

Alkisah Abimanyu menderita sakit. Abimanyu adalah perantara, yang nantinya akan mewariskan dampar (tahta) Palasara, pendiri Astina, kepada Parikesit, anaknya. Bersamaan dengan sakitnya, pergilah ketiga wahyu yang dimilikinya, yakni wahyu Maningrat, yang menyebarkan benih keratuan, wahyu Cakraningrat, yang menjaga keberadaannya sebagai ratu, dan wahyu Widayat, yang melestarikan hidupnya sebagai ratu. Ketiga wahyu itu kemudian hinggap pada diri Petruk. Ia pun akhirnya dapat menjadi raja di negara yang dinamainya Lojitengara. Ia menggelari dirinya Prabu Wel-Geduwel Beh!. Untuk kukuh menjadi raja, ternyata ia membutuhkan damper kerajaan Astina, warisan Palasara. Petruk memerintahkan kepada kedua patihnya, Bayutinaya—titisan Anoman—dan Wisandhanu—titisan Wisanggeni, anak Arjuna--, untuk mencuri tahta Palasara itu. Kedua utusan itu berhasil membawa pulang tahta tersebut. Prabu Wel-geduwel Beh mencoba duduk di atasnya. Begitu duduk, ia pun terjungkal. Ia coba lagi berulangkali. Sang Prabu akhirnya menyerah dan memperoleh bisikan melalui penasihat kerajaan bahwa supaya tidak terjungkal, ia harus memperoleh boneka yang bisa dililing (dilihat dan ditimang). Petruk kembali menyuruh kedua utusannya, Bayutinaya dan Wisandhanu untuk mencari boneka yang dimaksud. Tanpa memperoleh rintangan yang berarti, kedua utusannya berhasil membawa boneka itu yang tak lain adalah Abimanyu yang sedang sakit. Ketika dipangku Prabu Wel-Geduwel Beh, Abimanyu sembuh. Dan Abimanyu berkata, "Kamu takkan bisa menduduki tahta itu, jika kamu tidak memangku aku". "Pada saat itulah saya mengalami, bahwa saya ini hanyalah kawula. Dan saya sadar, saya akan tetap tinggal sebagai kawula, tak mungkinlah saya bisa duduk sebagai raja. Tugas saya hanyalah memangku raja, agar ia dapat menduduki tahtanya. Tuanku Abimanyu dapat duduk di tahta raja karena saya memangkunya. Jadi raja itu takkan bisa menjadi raja, kalau tidak dipangku kawula, rakyat jelata seperti saya ini", kata Petruk sambil memandang tanah datar di hadapannya.

Jan 16, 2017

Bogadenta dan Tetesan Air Mata Kehidupan



Bogadenta dan Tetesan Air Mata Kehidupan

Bogadenta adalah salah satu Sata Kurawa yang terkemuka. Ia juga kadang disebut sebagai Bogadatta, atau juga Bhagadatta. Ia adalah putra Prabu Drestarasta, raja negara Astina dengan permaisuri Dewi Gandari, putri Prabu Gandara dari negara Gandaradesa. Bogadenta terjadi dari tali pusar Suyudana yang hilang saat lahir. Tali pusar itu ditemukan oleh Resi Rasakumala di Padepokan Colomadu yang baru kesepian setelah ditinggal mati istrinya. Oleh Resi Rasakumala, tali pusar itu dicipta menjadi bayi yang diberi nama Raden Trigatra.

BHARATAYUDHA WAR




Baratayuda is a term used in Indonesia to mention the great war at Kurukshetra between Pandavas against the family of Krishna. This war is the climax of the story of the Mahabharata, a famous epic poem of India.

Jan 15, 2017

Kresna Dibalik Keadilan Yang Kontraversi


Perang besar Baratayudha telah berlangsung dengan serunya. Tidak sedikit prajurit dari kedua belah pihak yang gugur membela masing-masing pihaknya. Peraturan yang adil tetapi ketat diterapkan berdasarkan persetujuan kedua belah pihak. bertindak sebagai pengatur laku sekaligus hakim perang adalah Kresna yang tidak segan-segan memberi peringatan kepada pelanggar tanpa pilih bulu siapun orangnya dan dari golongan mana.

Dalam perang itu Kresna bertindak seblaku penasehat perang Pandawa setelah melalui referendum. Sebelumnya ia diminta kaum Kurawa untuk menjadu penasehat di pihaknya tetapi sebenarnya akan dimanfaatkan kesaktiannya untuk memukul hancur kaum Pandawa. Tetapi niat licik itu telah terbaca dan Kresna tetapi pada pendiriannya hanya bersedia menjadi penasehat tanpa terilbat secara fisik dalam perang, hinggu akhirnya Kurawa menarik kembali permintaanya. Sebalikany Pandawa lebih tanggap bahwa justru petunjuk itu yang lebih berharga, karena Kresna adalah seorang ahli strategi dan mampu mengantisipasi situasi kritis yang dihadapi sedangkan Kurawa mendapat pakar-pakar perang seperti Bisma, Dorna, diperkuat Prabu Salya yang dapat mendatangkan ribuan bala tentara dengan Aji Chandra Birwayanya. Tindakan tegas kresna dalam mengawal jalannya perang dibuktikan ketika menyaksikan Arya Bisma perang secara membabi buta membantai bala tentara Pandawa hingga banyak menimbulkan korban. Dengan lantang ia mencaci: "hei Bisma, ternyata engkau ksatria yang tidak tahu atuan perang, membabi buta membantai prajurit yang bukan tandinganmu. Tidakkah lebih pantas engkau bertanding dengan sesama satria. Aku tahu kau sukar dilawan dewa maupun manusia. Sekarang ayo lawan aku. Keluarkan semua kepandaian dan senjata andalanmu, ayo maju," tantangnya penuh emosi. Bisma kget lalu tergopoh-gopoh turun dari keretanya menghampiri Kresna seraya memberi hormat dan berucap: "Duh Sang Kesawa, hamba mengaku salah bertanding tanpa pilih lawan.

Jan 14, 2017

Asal Mula Semar,Togog dan Bathara Guru



Konon, di puncak Gunung Mahameru yang berdekatan dengan Kawah Candradimuka, adalah tempat tinggal Sang Hyang Tunggal beserta isterinya yang bernama Dewi Rekatawati. Tempat tinggal dimana Sang Hyang Tunggal tinggal dan bertahta ini dikenal dengan nama Kahyangan Jonggring Salaka. Pada saat itu, Sang Hyang Tunggal dan isterinya sedang berbahagia karena sebentar lagi mereka berdua akan segera memperoleh keturunan. Kebahagiaan ini membuat seluruh wilayah Kahyangan Jongring Salaka menjadi sejuk dan cerah. Kawah Candradimuka pun tidak bergolak, seakan-akan ikut merasakan kebahagiaan mereka. Namun, rupanya kebahagiaaan mereka harus tertunda karena Dewi Rekatawati ternyata tidak melahirkan sesosok bayi dewa, melainkan sebutir telur yang besarnya seukuran kelapa. Betapa sedih hati mereka berdua mengalami peristiwa itu. Dengan membawa butir telur yang semakin membesar, Sang Hyang Tunggal bersama Dewi Rekatawati kemudian pergi menghadap Sang Hyang Wenang, ayahanda Sang Hyang Tunggal. Dihadapan sang ayahandanya, Sang Hyang tunggal menceritakan semua kejadian yang dialaminya bersama sang isteri, dan juga menunjukkan telur yang dilahirkan dari isterinya. Dengan bantuan Sang Hyang Wenang, akhirnya telur itu dapat berubah menjadi tiga bayi dewa. Dari kulit telur itu berubah menjadi seorang bayi yang kemudian diberi nama Hyang Antaga. Sementara itu dari putih telur juga berubah menjadi seorang bayi yang kemudian diberi nama Hyang Ismaya. Yang terakhir dari kuning telur berubah menjadi bayi dan diberi nama Hyang Manikmaya.

Jan 11, 2017

Petruk Mencari Jati Diri 1



Sudah berabad-abad Petruk menyaksikan perubahan jaman. Berjuta-juta tingkah-polah manusia dia saksikan. Ratusan generasi sudah dia lalui. Tetap saja dia tak bisa paham sepenuhnya bagaimana jalan fikiran makhluk yang bernama manusia.Sebagai salah satu punakawan. Petruk sudah mengabdi kepada puluhan”ndoro” (tuan), sejak jaman Wisnu pertama kali menitis ke dunia. Hingga saat Wisnu menitis sebagai Arjuna Sasrabahu, menitis lagi sebagai Rama Wijaya, menitis lagi sebagai Sri Kresna.Petruk hanya bisa tersenyum kadang tertawa geli, dan sesekali melancarkan nota protes akan kelakuan “ndoro-ndoro” (tuan-tuan)-nya yang sering kali tak bisa diterima nalar. Tapi ya memang hanya itu peran Petruk di mayapada ini. Dia tidak punya wewenang lebih dari itu. Meskipun sebenarnya kesaktian Petruk tidak akan mampu ditandingi oleh tuannya yang manapun juga. Sudah berabad-abad Petruk menyaksikan perubahan jaman. Berjuta-juta tingkah-polah manusia dia saksikan. Ratusan generasi sudah dia lalui. Tetap saja dia tak bisa paham sepenuhnya bagaimana jalan fikiran makhluk yang bernama manusia.Sebagai salah satu punakawan. Petruk sudah mengabdi kepada puluhan”ndoro” (tuan), sejak jaman Wisnu pertama kali menitis ke dunia. Hingga saat Wisnu menitis sebagai Arjuna Sasrabahu, menitis lagi sebagai Rama Wijaya, menitis lagi sebagai Sri Kresna.Petruk hanya bisa tersenyum kadang tertawa geli, dan sesekali melancarkan nota protes akan kelakuan “ndoro-ndoro” (tuan-tuan)-nya yang sering kali tak bisa diterima nalar. Tapi ya memang hanya itu peran Petruk di mayapada ini. Dia tidak punya wewenang lebih dari itu. Meskipun sebenarnya kesaktian Petruk tidak akan mampu ditandingi oleh tuannya yang manapun juga.

Petruk Mencari Jati Diri 2



Meskipun selalu berusaha memahami keadaan sebagaimana apa adanya, Petruk tidak sepenuhnya bisa menerima jalan fikiran tuan-tuanya yang seringkali melanggar “paugeran” (aturan), bahkan tak jarang mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan.Bendoro-bendoronya yang selalu diasumsikan sebagai pihak yang benar, ternyata pada kenyataannya seringkali melakukan tindakan yang cenderung keji. Kenyataan yang mau tidak mau menimbulkan perang di batin Petruk, perang batin yang sudah berlangsung berabad-abad lamanya.

“… midero sak jagat royo, kalingono wukir lan samudro, nora ilang memanise, dadi ati selawase…”
Meskipun selalu berusaha memahami keadaan sebagaimana apa adanya, Petruk tidak sepenuhnya bisa menerima jalan fikiran tuan-tuanya yang seringkali melanggar “paugeran” (aturan), bahkan tak jarang mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan.Bendoro-bendoronya yang selalu diasumsikan sebagai pihak yang benar, ternyata pada kenyataannya seringkali melakukan tindakan yang cenderung keji. Kenyataan yang mau tidak mau menimbulkan perang di batin Petruk, perang batin yang sudah berlangsung berabad-abad lamanya.

“… midero sak jagat royo, kalingono wukir lan samudro, nora ilang memanise, dadi ati selawase…”
Sayup-sayup tendengar tembang mendayu-dayu, membuat Petruk menghentikan ayunan kapaknya. Dia teringat kejadian yang menyedihkan sekaligus memalukan, kisah tumpasnya Ekalaya Awal peristiwa terjadi di suatu siang yang gerah di tepi hutan yang nampak sejuk. Petruk tak mampu menyembunyikan kegelisahan, dia menangkap gejala alam, sesuatu akan terjadi, sesuatu yang tidak menyenangkan. Semar memejamkan pura-pura tidur, Gareng sibuk menulis puisi tentang kegelisahan hati. sedangkan Bagong mondar mandir dengan wajah seperti arca tanpa ekspresi. Semua gelisah. Mereka sedang menemani momongan sekaligus tuan mereka, Raden Arjuna yang juga bernama Janaka, Permadi atau Parto, satria lelananging jagat panengahing pandawa. Mereka sadar sepenuhnya bahwa masalah yang akan timbul bersumber pada momongan mereka ini.

Petruk Mencari Jati Diri 3


Memang benar bahwa Semar bukan bapak kandung Petruk. Juga benar bahwa Jelmaan Sang Hyang Ismoyo ini yang menyeret Petruk ke Mayapada. Tapi tak ada sedikitpun perasaan menyalahkan bapaknya atas semua kejadian yang telah terjadi padanya. Tak ada secuil pun fikiran bahwa dirinya di fitakompli oleh Kiai Semar Bodronoyo. Petruk tak pernah menyesali ujudnya yang tidak proporsional, jauh dari postur ideal seorang manusia. Hidung kelewat panjang, lengan yang menjulur kebawah melampaui lutut, badan kurus tapi perutnya buncit, wajah tirus mulut lebar hampir menyentuh telinga. Padahal dulunya, sebelum menjadi Petruk, dia ini bernama Prabu Mercukilan, raja jin yang tampan dan gagah perkasa. Kesaktian Prabu Mercukilan tidak ada yang menyangsikan.  

Memang benar bahwa Semar bukan bapak kandung Petruk. Juga benar bahwa Jelmaan Sang Hyang Ismoyo ini yang menyeret Petruk ke Mayapada. Tapi tak ada sedikitpun perasaan menyalahkan bapaknya atas semua kejadian yang telah terjadi padanya. Tak ada secuil pun fikiran bahwa dirinya di fitakompli oleh Kiai Semar Bodronoyo. Petruk tak pernah menyesali ujudnya yang tidak proporsional, jauh dari postur ideal seorang manusia. Hidung kelewat panjang, lengan yang menjulur kebawah melampaui lutut, badan kurus tapi perutnya buncit, wajah tirus mulut lebar hampir menyentuh telinga. Padahal dulunya, sebelum menjadi Petruk, dia ini bernama Prabu Mercukilan, raja jin yang tampan dan gagah perkasa. Kesaktian Prabu Mercukilan tidak ada yang menyangsikan.  

Petruk Mencari Jati Diri 4



Truk, Bapak hilang, Bapak hilang!!!” suara cempreng yang sangat dikenal Petruk, suara Gareng. Yang tergopoh-gopoh datang dengan nafas terengah. “Romo Semar hilang, Romo Semar hilang!!!” Petruk tersenyum-senyum saja sambil menikmati hisapan terakhir rokok siongnya. Kemudian berdiri dan mengikat kayu bakar yang telah dibelahnya “Hei… Romo Semar hilang! Romo Semar hilang! RomoSemar hilang!” Gareng mengulang lagi dengan nada lebih sengit. “Apa sih yang dimaui si tua udel bodong itu? Pakai acara ngilang segala. Apa dia memang nggak tahu atau pura-pura nggak tahu kalau desa kita ini masih membutuhkan keberadaannya? Desa kita yang semakin rusak ini membutuhkan keprigelannya!” Truk, Bapak hilang, Bapak hilang!!!” suara cempreng yang sangat dikenal Petruk, suara Gareng. Yang tergopoh-gopoh datang dengan nafas terengah. “Romo Semar hilang, Romo Semar hilang!!!” Petruk tersenyum-senyum saja sambil menikmati hisapan terakhir rokok siongnya. Kemudian berdiri dan mengikat kayu bakar yang telah dibelahnya
“Hei… Romo Semar hilang! Romo Semar hilang! RomoSemar hilang!” Gareng mengulang lagi dengan nada lebih sengit. “Apa sih yang dimaui si tua udel bodong itu? Pakai acara ngilang segala. Apa dia memang nggak tahu atau pura-pura nggak tahu kalau desa kita ini masih membutuhkan keberadaannya? Desa kita yang semakin rusak ini membutuhkan keprigelannya!” Tapi Petruk memang selalu lebih cool dalam menanggapi permasalahan. Dia hanya tersenyum sambil melirik kakaknya. Kemudian malah masuk ke dalam rumah. “Dasar Petruk Kanthong Bolong! Kamu ini memang nggak punya telinga! Nggak punya perasaan! Nggak punya keprihatinan! Romo Semar hilang! Bapak kita hilang! Dengar nggak sih kamu ini?” Atas nama segala kejengkelan, kalimat Gareng jadi berbelok memaki adiknya. Namun ketika sesaat kemudian Petruk keluar membawa sebakul singkong rebus, Gareng mengembalikan kata-kata ke jalur awal, “Bapak itu manja dan jual mahal. Sudah tua bangka masih pakai acara ngambeg segala. Desa kita ini membutuhkan kepiawaian RomoSemar. Kalau dia menghilang begini, seluruh penduduk desa menjadi yatim piatu sejarah. Bahkan bukan hanya penduduk Karang Kedempel saja, tapi seluruh alam semesta akan meratap. Menagisi nasibnya. Apakah dia jengkel kepada Pak Kades, sehingga tidak mau lagi jadi Punakawan?”

Petruk Mencari Jati Diri 5



Kamu ini kenapa sih Gar? Nggak jelas kamu bicara apa,” suara Bagong makin terdengar aneh karena berbicara sambil mengunyah gumpalan gumpalan singkong “Dasar anak nggak tahu adat, silahkan kamu panggil aku dengan sebutan Reng, atau Gar, atau Gareng, atau apa saja, tapi memanggil Romo dengan dengan lansung menyebut Semar tanpa embel-embel, sangat tidak sopan, tahu?” kemarahan Gareng semakin menjadi “Gareng ini ngawur, nama Semar kok dibilang nggak sopan.Untung aja Semar nggak ada di sini. Ck ck ck bathuk mu panas barangkali Reng, Truk carikan dhadap serep untuk obat demam Gareng.” Senyum Petruk semakin lebar mendengar jawaban Bagong yang terdengar asal-asalan.“Kamu ini kenapa sih Gar? Nggak jelas kamu bicara apa,” suara Bagong makin terdengar aneh karena berbicara sambil mengunyah gumpalan gumpalan singkong “Dasar anak nggak tahu adat, silahkan kamu panggil aku dengan sebutan Reng, atau Gar, atau Gareng, atau apa saja, tapi memanggil Romo dengan dengan lansung menyebut Semar tanpa embel-embel, sangat tidak sopan, tahu?” kemarahan Gareng semakin menjadi “Gareng ini ngawur, nama Semar kok dibilang nggak sopan.Untung aja Semar nggak ada di sini. Ck ck ck bathuk mu panas barangkali Reng, Truk carikan dhadap serep untuk obat demam Gareng.” Senyum Petruk semakin lebar mendengar jawaban Bagong yang terdengar asal-asalan. Lain dengan Gareng, dia semakin umup, semakin mendidih, “Tobat, tobat Gusti. Hei yang tidak sopan itu caramu memanggil Romo. Tidak boleh njangkar begitu, segala sesuatu itu ada adab sopan santunnya, ada tata caranya, tidak boleh telanjang begitu” “Apa? Aku telanjang di hadapan Semar? Lha kok enak dia bisa lihat auratku.”

Jan 10, 2017

Wahyu Cakraningrat



Siapa yang tidak tergiur mendapatkan wahyu atau berkat khusus untuk bisa menjadi raja bagi seluruh umat manusia di bumi? Banyak orang mungkin akan berlomba-lomba mencari dan merebut berkat itu. Tetapi, sayangnya berkat atau wahyu tidak bisa diperoleh sembarangan. Hanya orang tertentu yang mampu mendapatkan wahyu itu. Biasanya, Tuhan memberi wahyu pada orang yang memiliki hati bersih dan berbudi luhur. Cobaan, godaan, dan tantangan hidup harus bisa dilalui oleh setiap orang yang ingin mendapatkan wahyu. Jadi, tidak mudah untuk mendapatkannya.

Perebutan mendapatkan wahyu  Cerita ini mengisahkan upaya tiga pemuda yang berambisi menjadi raja atau pemimpin negara. Tetapi untuk bisa menjadi raja, tiga pemuda tersebut harus mendapatkan wahyu keraton atau wahyu kerajaan.

Dalam cerita perwayangan ini, wahyu keraton atau wahyu kerajaan ada di negeri khayangan. Wahyu berwujud seorang pria bernama Batara Cakraningrat. Sang wahyu akan turun ke bumi mencari sosok pemuda atau “Kurungan Kencana” yang pantas dijadikan raja untuk negeri di masa datang.
Berbekal tekad bulat, Batara Cakraningrat ditemani Dewi Maninten turun ke bumi. Kedatangan mereka sudah ditunggu-tunggu oleh tiga pemuda yang berambisi menyandang gelar raja. Tiga pemuda itu, yakni Raden Lesmana Mandrakumara putra Prabu Duryudana dan Ratu Banowati, Raden Samba putra dari raja Dwarawati dan Sri Kresna, serta Raden Abimanyu putera Arjuna.

Rahwana Lahir



Rahwana Lahir

Berbulan-bulan di Lokapala Danaraja menunggu datangnya sang ayah yang diharapkan membawa kabar bahagia. Ia telah mendengar kabar bahwa sayembara Dewi Sukesi telah berhasil dimenangkan oleh Resi Wisrawa. Sampai suatu saat Wisrawa dan Sukesi sampai Lokapala.Dengan sukacita Danaraja menyambut keduanya. Namun Wisrawa datang dengan wajah yang kuyu dan kecantikan sang dewi yang diagung-agungkan banyak orang itu tampak pudar. Danaraja, merasa mendapatkan suasana yang tidak nyaman, kemudian bertanya pada ayahnya. Di depan istri dan putranya, Wisrawa menceritakan semua kejadian yang dialaminya dan secara terus terang mengakui segala dosa dan kesalahannya. Namun kesalahan tersebut merupakan kesalahan yang amat teramat fatal dimata Danaraja. Mendengar penuturan ayahnya, Prabu Danaraja menjadi sangat kecewa dan marah besar. Danaraja tidak dapat mempercayai bahwa ayahnya tega mencederai hati putra kandungnya sendiri. Kemarahan itu sudah takterbendung. Danaraja lalu mengusir kedua suami-istri tersebut keluar dari negara Lokapala.Akhirnya dengan penuh duka, sepasang suami istri itu kembali ke negara Alengka. Dalam perjalanan kembali menuju Alengka, Dewi Sukesi yang sudah mulai hamil itu tidak dapat berbuat banyak. Tubuhnya yang mulai kehilangan tenaga tampak kuyu dan pucat. Setelah berbulan-bulan perjalanan yang melelahkan, tiba saat melahirkan. Di tengah hutan belantara padat, Dewi Sukesi tak kuasa lagi menahan lahirnya sang bayi. Akhirnya lahirlah jabang bayi itu dalam bentuk gumpalan daging, darah dan kuku. Dewi Sukesi terkejut juga Resi Wisrawa. Gumpalan itu bergerak keluar dari rahim sang ibu menuju kedalam hutan. Kesalahan fatal dari dua orang manusia menyebabkan takdir yang demikian buruk terjadi. Gumpalan darah itu bergerak dan akhirnya menjelma menjadi seorang putra bayi berupa raksasa, seorang bayi laki-laki raksasa sebesar bukit dan satu orang bayi perempuan yang ujud tubuhnya ibarat bidadari, tetapi wajahnya berupa raksasa perempuan.Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi hanya dapat berserah diri sepenuhnya kepada kehendak Sang Penguasa Alam. Ketiga bayi itu lahir ditengah hutan diiringi lolongan serigala dan raungan anjing liar. Auman harimau dan kerasnya teriakan burung gagak. Suasana yang demikian mencekam mengiringi kelahiran ketiga bayi yang diberi nama Rahwana, Sarpakenaka dan Kumbakarna. Dengan kepasrahan yang mendalam, Wisrawa dan Sukesi membawa ketiga anak-anaknya ke Alengka. Tiba di Alengka, Prabu Sumali menyambut mereka dengan duka yang sangat dalam. Kesedihan itu membuat Sang Prabu raksasa yang baik hati ini menerima mereka dengan segala keadaan yang ada. Di Alengka Wisrawa dan Sukesi membesarkan ketiga putra-putri mereka dengan setulus hati.

Sumantri dan Sukrasana



Sumantri dan Sukrasana

Di tanah lapang itu, Sumantri tersungkur. Rahwana berhasil membunuhnya setelah pertempuran yang panjang. Tubuh anak muda itu setengah hancur. Ya, Sumantri gugur dengan mengenaskan. Tapi ia segera melesak ke surga. Dan di sana, Patih Suwondo itu bertemu dengan Sukrosono, adiknya yang setia. Mereka seperti mengulang kembali masa kanak-kanak yang bahagia, melupakan dendam dan rasa bersalah. Tragedi ''anak panah'' di antara keduanya bagai tak pernah terjadi.Kita kenang perjalanan Sumantri sebelum menjadi Patih Suwondo. Sejak awal, anak muda ini memang telah menyiapkan masa depannya. Ia menuju Maespati untuk mengabdi pada Prabu Harjuna Sasrabahu. Sebab ia merasa mampu, juga pantas .Pada pagi yang belum sempurna, ia melangkah ke utara. Ia tinggalkan Sukrosono, adiknya yang bocah bajang yang buruk rupa, keriting, cebol, dan agak hitam itu. Dengan penampilan fisik semacam itu, mungkin Sumantri merasa adiknya hanya akan menjadi perintang. Meski ia tahu, kesaktian Sukrosono satu tingkat di atasnya. ''Aku sengaja pergi pagi-pagi benar pada saat kau masih lelap. Maafkan aku, adikku,'' kata Sumantri pada hari kepergiannya.

Raden Barata



Raden Barata

Raden Barata adalah anak Raja Ayodya, Prabu Dasarata dari istri Dewi Kekayi. Meski sesungguhnya bukan putra mahkota, namun ia diusulkan oleh ibunya untuk menjadi raja menggantikan ayahnya. Bagaimana kisahnya?

Tersebutlah di negara Ayodya. Meski rajanya, Prabu Dasarata sudah beristri cantik Dewi Kausalya (Ragu), namun masih ingin mempersunting wanita lain. Memang, mula-mula sang raja begitu gusar karena sudah bertahun-tahun menikah, belum juga dikaruniai keturunan. Berbagai upaya telah dilakukan, namun belum kunjung berhasil.Hidup menjadi raja dengan disanding istri cantik, pertama-tama memang menyenangkan. Namun, karena belum punya anak maka hidupnya terasa hampa. Padahal, menurut tabib istana, Prabu Dasarata dan Dewi Ragu sama-sama sehat dan tidak mandul. Saking pusingnya, sang raja sering pergi jalan-jalan tanpa tujuan yang jelas.Secara kebetulan, Prabu Dasarata bertemu dengan Dewi Kekayi, salah seorang putri negara tetangga. Perasaan hampa sang prabu terasa terisi oleh kecantikan dan senyum manis sang dewi. Tak hanya perasaan simpatik yang menyelimutinya. Tapi juga cinta yang begitu mendalam. Meski Dewi Kekayi setengah jual mahal, namun wanita ini juga memberikan ‘tanda lampu hijau’ pada Prabu Dasarata. Dewi Kekayi pun menuruti keinginan Prabu Dasarata. Namun, putri jelita ini memasang jerat (jebakan). Sebab, ia bersedia menjadi istri Prabu Dasarata dengan syarat kalau punya keturunan, anaknya itulah yang harus menggantikan Prabu Dasarata sebagai Raja Ayodya. Tanpa sadar, Prabu Dasarata pun menyanggupinya. Akhirnya, jadilah Dewi Kekayi sebagai istri kedua Prabu Dasarata. Putri cantik jelita yang kemayu ini pun diboyong ke istana Kerajaan Ayodya. Meski menjadi istri kedua, diam-diam ia ingin selalu tampil dan mendapat perhatian lebih ketimbang Dewi Kausalya.Nyaris Lupakan Janji Selang beberapa tahun, ternyata para istri dan selir Prabu Dasarata mengandung dan melahirkan. 

Batara Kala Lahir



Batara Kala Lahir

Pada suatu saat kahyangan geger kena pengaruh Batara Kanekaputra, cucu Sang Hyang Nurrada yang sedang bertapa sambil menggenggam Cupu Retna Dumilah. Batara Guru segera memerintahkan para dewa untuk menghentikan tapa Sang Hyang Kanekaputra. Namun, para dewa gagal menunaikan tugas itu karena kalah sakti. Akhirnya, terpaksa Batara Guru turun tangan. Sewaktu keduanya sedang berperang tanding, datang Sang Hyang Nurada melerai mereka. Diambil kese-pakatan, Batara Guru harus mengakui Kaneputra sebagai saudara tua, sedang Kanekaputra harus membantu tugas-tugas Batara Guru. Agar cucunya itu berhasil dalam tugasnya, Sang Hyang Nurrada lalu menyatu dengan Kanekaputra. Selanjutnya, Kane-kaputra lebih dikenal dengan nama Batara Narada. Sesudah kesepakatan itu, ternyata Batara Guru masih menginginkan Cupu Retna Dumilah yang dipegang Kanekaputra. Cupu itu dimintanya, tetapi Kanekaputra tidak memberikannya, malahan membuang cupu itu jauh-jauh. Para dewa lalu berusaha menemukan cupu itu, sampai ke bumi lapis ketujuh yang dikuasai Sang Hyang Antaboga. Terjadi perang antara para dewa dengan Sang Hyang Antaboga. Para dewa kalah, dan kembali ke kahyangan. Ketika para dewa sedang melaporkan kega-galannya pada Batara Guru, datanglah Sang Hyang Antaboga menghadap dan menyerahkan Cupu Retna Dumilah. Namun, sebelum cupu itu sampai ke tangan Batara Guru, para dewa telah lebih dahulu mem-perebutkannya, sehingga cupu itu jatuh, pecah menjelma menjadi seberkas cahaya indah berkemilau. Cahaya itu kemudian berubah ujud lagi menjadi tiga bidadari cantik, masing-masing bernama Dewi Widowati alias Tisnawati, Dewi Sri, dan Dewi Lokati alias Dewi Rumingrat. Walaupun mereka bertubuh tiga, tetapi berjiwa satu, yang kemudian disebut Hapsari Triwati.
 

Rama Wijaya 1



Rama Wijaya 1

Negeri Ayodya adalah sebuah negeri yang memiliki wilayah yang luas dan subur. Rajanya bernama Dasarata. Ia memerintah kerajaan tersebut dengan adil dan bijaksana sehingga kehidupan rakyatnya menjadi aman dan damai. Raja Dasarata memiliki watak kepanditaan pula. Ia amat menjunjung ajaran-ajaran tentang kebenaran. Karenanya rakyat Ayodya amat mencintai rajanya. Rakyat Ayodya hidup tolong- menolong dan bergotong-royong. Mereka bekerja giat dan selalu patuh terhadap undang-undang Negeri Ayodya.
 
Prabu Dasarata mempunyai tiga orang permaisuri yaitu Kausalya, Kaikayi, dan Sumitra. Kausalya berputra Ramawijaya, Kaikayi berputra Barata, dan Sumitra berputra kembar, yaitu Laksamana dan Satrugna. Sifat dan watak para putra itupun amat terpuji. Mereka adalah satria yang berbudi luhur. Mereka amat mencintai rakyatnya sehingga rakyatnya pun amat berbakti. Ramawijaya adalah seorang satria yang pandai berperang. Walaupun sikapnya lemah-lembut, tetapi ia tangkas menggunakan senjata, terutama panah. Ia rajin berlatih menggunakan panah sehingga tak ada satria lain yang mampu mengalahkan kepandaiannya dalam memanah. Busur yang seberapapun besarnya dapat dilengkungkan olehnya, dan sasaran yang betapapun jauhnya selalu terbidik dengan tepat. Bala tentara Ayodya pun amat besar dan kuat serta memiliki pasukan berkuda yang tangguh. Gajah-gajah pun digunakan untuk berperang. Syahdan, datanglah seorang pendeta mengunjungi istana Ayodya. Ia bernama Bagawan Wiswamitra. Karena Prabu Dasarata sangat menghargai kehidupan beragama maka kedatangan Bagawan Wiswamitra disambut dengan segala kehormatan. Bagawan Wiswamitra bertempat tinggal jauh dari kota Ayodya. Kedatangannya ke Ayodya kali ini bertujuan untuk meminta bantuan agar Sang Prabu menghalau raksasa-raksasa yang sering mengganggu ketentraman penduduk desa. Sudah agak lama pertapaan Sang Bagawan selalu didatangi para raksasa perusuh dari negeri 

Rama Wijaya 2



Rama Wijaya 2

Maka segenap rakyat menjawab bahwa Rama memang pantas menjadi raja. Rama telah membuktikan keberanian dan kesungguhannya membela rakyat, menolong setiap rakyat yang berada dalam kesulitan dan memberantas segala kekacauan. Rama seorang satria sejati dan kepandaiannya berperang selalu dipergunakan bagi kepentingan rakyat. Raja Dasarata amat terharu saat mengetahui betapa segenap rakyat menaruh cinta kepada Rama. Maka Sang Raja memerintahkan agar dimulai persiapan upacara penobatan Rama sebagai raja.
 
Tersebutlah seorang abdi istana bernama Mantara. Ia adalah seorang abdi dari permaisuri Kaikayi dan pengasuh Pangeran Barata sejak kecil. Ia membujuk permaisuri Kaikayi agar memohon Prabu Dasarata untuk membatalkan niatnya yang hendak menobatkan Rama. Ia pula membujuk agar Kaikayi menuntut Sang Raja untuk menobatkan Pangeran Barata, dan bukannya Rama, sebagai raja. Mula-mula Kaikayi tidak terbujuk, tapi lama-lama timbul pula iri dalam hatinya, mengapa putera Kausalya yang diangkat sebagai pengganti raja. Pada suatu malam Raja Dasarata mendapatkan Kaikayi sedang menangis. Raja amat sedih melihatnya, lalu dia bertanya apa yang menyebabkan Kaikayi menangis. Kaikayi segera menagih janji, yaitu pengangkatan Barata sebagai raja. Bukankah dulu ketika Raja Dasarata meminangnya ia berjanji kelak akan mengangkat putera Kaikayi sebagai raja penggantinya. Karena itu Kaikayi menuntut agar Sang Raja mengurungkan niatnya yang hendak mengangkat Rama sebagai raja. Mendengar tuntutan Kaikayi itu hati Raja Dasarata pun menjadi amat sedih.
 
Raja Dasarata semakin pedih hatinya ketika mendengar tuntutan Kaikayi agar Rama beserta Sita istrinya diusir dari istana dan dibuang kedalam hutan Dandaka selama empat belas tahun. Hati Dasarata amat bingung karena persiapan penobatan Rama menjadi raja telah selesai. Maka pada keesokan harinya ketika hari masih pagi buta, Rama dipanggil menghadap. Ketika Rama datang bersembah di hadapannya, Raja Dasarata tak sanggup menyampaikan isi hatinya. Maka Kaikayilah yang memerintahkan Rama agar Rama bersama Sita meninggalkan istana dan pergi mengembara dalam pembuangan di hutan Dandaka selama empat belas tahun. Wajah Rama tetap tenang mendengar perintah itu. Sebagai satria ia akan memenuhi perintah ayahnya, betapapun berat perintah itu. Rama menyembah, lalu minta diri dari ayahandanya. Dengan tenang pula ia menyampaikan perintah itu kepada Sita, lalu bersiap untuk berangkat. Dengan diiringi ratap tangis para abdi istana maka berangkatlah Rama dan Sita menuju hutan Dandaka. Laksamana yang amat menyintai Rama kakaknya, ikut pula dalam pengembaraan itu. Raja Dasarata amat sedih hatinya karena ditinggal oleh Rama, Sita dan Laksamana. Malam hari ia tak dapat tidur karena teringat akan pengalamannya sendiri dikala masih muda. Maka pengalamannya itu diceritakanlah kepada Kausalya. "Kausalya, kala aku masih muda, aku amat pandai memanah. Pada suatu malam aku mengendarai keretaku di sepanjang Sungai Serayu. Kala itu banyak binatang seperti gajah, harimau dan kijang sering minum di tepi sungai. Walaupun aku tak bisa melihat tubuh binatang itu, aku dapat membidiknya dengan panahku. Hanya dari mendengar suara binatang itu saja aku dapat memanahnya.

Rama Wijaya 3



Rama Wijaya 3

Sambil menyandang busur dan anak panah Rama pergi ke dalam hutan untuk menangkap sang kijang kencana. Diburunya kijang itu, dan akhirnya dipanahlah agar tak dapat berlari lagi. Marica terkena panah lalu ia menjerit. Suaranya meniru suara Rama yang menjerit minta pertolongan.Mendengar jerit Rama Sita segera menyuruh Laksamana agar pergi memberi pertolongan kepada Rama. Mula-mula Laksamana tak percaya bahwa Rama berada dalam keadaan bahaya karena Rama adalah seorang satria yang pandai berburu dan berperang. Lagipula Laksamana tak mau meninggalkan Sita karena ia telah dipesan agar selalu menjaga Sita. Sita menjadi marah dan menuduh Laksamana menghendaki dirinya. Dengan berat hati Laksamana terpaksa meninggalkan Sita. Ia berpesan agar Sita dapat menjaga dirinya. Tak lama kemudian muncullah seorang pertapa tua yang berjalan terhuyung-huyung karena kehausan. Ia meminta air minum pada Sita. Sita pun segera memberinya.
Tapi pertapa tua itu segera menjelma sebagai Rahwana, raja raksasa yang mengerikan wajahnya. Rahwana menyatakan kehendaknya memperisteri Sita. Tapi Sita menolaknya. Rahwana menjadi tidak sabar. Diringkusnya Sita, lalu dibawanya terbang. Sita menjerit-jerit dan meronta-ronta, tapi Rahwana amat kuat tangannya sehingga Sita tak berdaya. Sambil meringkus Sita, Rahwana terbang kembali ke Langkapura.

Rama Wijaya 4



Rama Wijaya 4


Tak lama kemudian Sugriwa dengan berkalungkan janur kembali ke medan pertarungan. Ditantangnya Subali bertanding lagi. Mendengar tantangan Sugriwa itu, Subali pun semakin membara amarahnya. Diterkamnya Sugriwa, lalu diringkusnya sampai ia tak dapat bergerak sama sekali. Pada saat itulah Rama mengangkat busurnya. Dibidiknya Subali, dan sesaat kemudian terlepaslah anak panah dari busur Rama. Panah itu menancap di dada Subali, dan rubuhlah Subali ke tanah.Terlepaslah Sugriwa dari bahaya maut. Tetapi setelah melihat mayat Subali, hatinya menjadi sedih. Betapa sengit permusuhan kedua saudara itu. Setelah Sugriwa menyaksikan kematian kakaknya, ia pun tak dapat menahan air matanya.Sambil terisak-isak dirangkulnya tubuh kakaknya. Ketika Rama mendekat, Sugriwa menyembah sambil mengucapkan terima kasih atas bantuannya. 

Sugriwa dengan rela hati menyilakan Rama menjadi raja di Kiskenda. Rama menolaknya karena ia masih menjalankan perintah ayahandanya almarhum, yaitu hidup dalam pembuangan. Menurut pendapatnya, sudah sewajarnyalah jika Sugriwa kini menduduki takhta Kerajaan Kiskenda. Rama berpesan agar Anggada, yaitu putra Subali, diambil anak oleh Sugriwa. Begitu pula Dewi Tara, yaitu ibu Anggada, supaya diangkat sebagai permaisuri. Sugriwa menyatakan akan memenuhi perintah Rama, lalu menyembahlah ia di hadapan satria Ayodya itu. Semua kera pengikut Sugriwa pun menyembah bersama-sama. Sugriwa beserta para kera, yaitu Hanuman, Anggada, Susena, Hanila, Jambawan, Gaya, Gawaksa, dan pemuka kera lainnya datang menghadap Rama. Sugriwa berkata kepada para kera bahwa sebagai balas budi kepada Rama, maka seluruh bala tentara kera Kiskenda harus ikut mencari Sita yang hilang diculik Rahwana. Para kera pun menjawab bahwa mereka bersedia mencari Sita sampai dimanapun. Sugriwa memerintahkan balatentara kera mencari Sita sampai ke daerah pegunungan Widarba dan Misori, pula sampai ke tanah Matsya, Kalingga, Kausika, Andra, Chola, Chera dan Pandya. Sungai-sungai Gangga, Jumna dan Serayu harus disusuri. Lembah-lembah yang dalam harus dituruni, dan gunung-gunung yang tinggi harus didaki. Setelah menerima 

Rama Wijaya 5



Rama Wijaya 5

Hanuman dibawa menghadap ke dalam istana. Betapa marahnya Rahwana ketika ia melihat kera putih yang telah merusak taman istananya. Tetapi betapa herannya Rahwana setelah ia mengetahui bahwa kera putih itu dapat berbicara. Sambil memaki-maki, Rahwana bertanya kepada Hanuman mengapa Hanuman merusak tamannya sampai porak poranda. Hanuman menjawab bahwa ia adalah utusan Rama yang tengah mencari istrinya, Sita, yang diculik oleh Rahwana. Rahwana tak dapat menahan amarahnya. Hanuman hendak dibunuhnya, tetapi adik Rahwana, yaitu Wibisana, mencegahnya. Dengan bijaksana ia berkata bahwa Hanuman sebagai utusan raja tidaklah patut dibunuh. Ia harus dikembalikan kepada raja yang mengutusnya. Lagi pula, bukankah Rahwana yang membuat kesalahan terlebih dahulu dengan menculik dan merampas istri Rama.
 
 Rahwana menjadi semakin marah. Wibisana diusirnya agar pergi dari Negeri Langkapura. Rahwana pun memerintahkan para prajurit raksasa agar membakar Hanuman di tengah alun-alun. Para raksasa mengikat tubuh Hanuman lalu meletakkannya di atas tumpukan kayu bakar. Tumpukan kayu itupun disulut beramai-ramai. Api menyala-nyala dan berkobar-kobar. Tapi Hanuman tidak terbakar, bahkan ia berhasil melepaskan diri dari tali pengikatnya. Dengan tangkasnya Hanuman meloncat-loncat sambil membawa bara api di ekornya. Ia meloncat ke atas balai peranginan dan membakar atap gedung tersebut. Ketika nyala api semakin membesar, Hanuman meloncat-loncat dari satu bangunan ke bangunan lainnya sehingga semua bangunan menjadi terbakar.

Arjunasasrabahu 1



Arjunasasrabahu 1

Terlahir dengan nama Arjunawijaya, putra tunggal Prabu Kartawijaya ini, setelah menggantikan kedudukan ayahnya sebagai raja negara Maespati dikenal dengan Prabu Harjunasasrabahu. Gelar ini diberikan karena ketika ia bertiwikrama, wujudnya berubah menjadi brahala sewu - raksasa sebesar bukit, berkepala, seratus, bertangan seribu yang keseluruh tangannya memegang berbagai macam senjata sakti.
 
Tiwikrama menjadi brahala-sewu dilakukan oleh Prabu Arjuna Wijaya tatkala berperang melawan Bambang Sumantri, duta kepercayaannya dalam meminang putri Magada. Dewi Citrawati. Bambang Sumantri yang dengan kesaktiannya telah berhasil mengalahkan lebih dan seribu raja dari berbagai negara yang ingin memperebutkan Dewi Citrawati, hanya bersedia menyerahkan Dewi Citrawati apabila Prabu Arjuna Wijaya berhasil mengalahkan dirinya. Ini sesuai dengan tekad Bambang Sumantri sejak meninggalkan pertapaan Ardisekar, di mana ia hanya akan mengabdi pada raja yang akan mengalahkan kesaktiannya.

Arjuna Wijaya adalah satria titisan Bhatara Wisnu. merupakan raja besar yang disembah oleh sesama raja. Ia sakti mandraguna dan pilih tanding. Meskipun demikian, ia termasuk raja yang cinta damai, selalu berusaha menyelesaikan setiap persengketaan dengan musyawarah. Karena itulah wibawanya memancar keseluruh negeri dan negara-negara taklukannya. Selain gagah perkasa, Prabu Arjuna Wijaya merupakan satria yang sangat tampan. Sepintas lalu, wajahnya mirip Bhatara Kamajaya . Cahaya yang keluar dart mukanya mengalahkan cahaya bintang, bahkan kadang-kadang seperti cahaya matahari di pagi atau senja hari. Merah merona penuh pencaran keemasan.Ketika ia mendapat wangsit dari Bhatara Narada, kalau Dewi Citrawati, putri negeri Magada yang kini dalam pinangan raja raja lebih dari seribu negara merupakan titisan Bhatari Sri Widowati, hatinya menjadi gelisah. Mungkinkah, untuk mendapatkan Dewi Citrawati dan menyelamatkan negara Magada, ia harus berperang dan menumpas sekian banyak raja serta membunuh ribuan
 

Arjunasasrabahu 2



Arjunasasrabahu 2

Berbagai ilmu kesaktian dan senjata sakti diperagakan dan gumelar dalam perang tanding ini. Ketika senjata sakti panah Dadali milik Sumantri lepas dari busurnya dan begitu melesat di udara pecah menjadi ribuan anak panah dengan pamor berujud bara api menyala merah, Prabu Arjuna Wijaya segera melepaskan senjata sakti panah Tritusta. Begitu lepas dari busurnya, panahtersebut pecah menjadi ribuan anak panah yang pamornya memancarkan cahaya keputihan. Ribuan anak panah dari kedua belah pihak itu saling bertempur dahsyat di udara, tak ubahnya orang yang sedang berperang. Saling tangkis, saling menyambar dan saling mengejar serta saling menyerang. Benturan keras kedua senjata itu menimbulkan desis suara yang melengking, memiawakkan telinga.

Melihat pertempuran ribuan anak panah yang tiada akhir itu, Prabu Arjuna Wijaya segera melepaskan panah angin, yang begitu melesat di udara menimbulkan angin besar yang menyapu habis sernua anak panah tersebut. Menghadapi kenyataan itu, Sumantri segera melepaskan panah Bojanggapasa, yang begitu melesat ke udara memecah menjadi jutaan ular naga yang memenuhi arena pertempuran. Untuk mengetahui keampuhan pusaka lawan, Prabu Arjuna Wijaya segera melepas panah sakti Paksijaladra. Seketika di udara muncul jutaan burung garuda, terbang menukik menyambar ular-ular naga ciptaan Sumantri. Akhir dari perang tanding tersebut, memberi pengaruh sangat besar bagi Prabu Arjunasasrabahu. Kini yakinlah semua orang, bahwa ia seorang raja penjelmaan Dewa Wisnu. la dikenal sebagai raja maha sakti dan kewibawaannya memancar ke seantero jagad raya. Para raja yang sejak semula sudah tunduk dan bersekutu dengan kerajaan Maespati, kini semakin menghormatinya. Sementara para raja yang dahulunya ragu untuk tunduk dan bersatu, kini dengan sukarela menyatakan bernaung dibawah panji kebesaran negara Maespati. Di bawah pemerintahan Prabu Arjunasasrabahu dengan patihnya Suwanda(Bambang Sumantri), Maespati berkembang menjadi negara adikuasa yang rnenguasai hampir dua-pertiga jagad raya Meski demikian, Prabu Arjunawijaya tetap memerintah dengan sikap yang adil dan arif bijaksana. Prabu Arjunasasrabahu dikenal sebagai raja yang cinta damai dan selalu berusaha menyelesaikan perselisihan dengan negara tetangga secara musyawarah. Dialah raja yang melaksanakan prinsip dan semboyan perdamaian ; Sugih tanpo bondo, ngruruk tanpo bolo, Menang tanpo angasorake. (kaya tanpa harta benda, menyerang tanpa prajurit, menang tanpa merasa mengalahkan).